Makalah 76   Paper 76
Taman yang Kedua   The Second Garden
76:0.1 (847.1) KETIKA Adam memilih untuk meninggalkan taman pertama untuk orang Nod tanpa perlawanan, ia dan pengikutnya tidak bisa pergi ke barat, karena orang Eden tidak memiliki kapal yang sesuai untuk petualangan laut demikian. Mereka tidak bisa pergi ke utara; orang-orang Nodit utara sudah berbaris menuju Eden. Mereka takut pergi ke selatan; perbukitan di wilayah itu diduduki suku-suku yang bermusuhan. Satu-satunya jalan yang terbuka adalah ke timur, sehingga mereka berangkat ke arah timur menuju daerah yang saat itu nyaman antara sungai Tigris dan Efrat. Dan banyak dari mereka yang ditinggalkan kemudian berangkat ke arah timur untuk bergabung dengan orang-orang Adamit di rumah lembah baru mereka itu.   76:0.1 (847.1) WHEN Adam elected to leave the first garden to the Nodites unopposed, he and his followers could not go west, for the Edenites had no boats suitable for such a marine adventure. They could not go north; the northern Nodites were already on the march toward Eden. They feared to go south; the hills of that region were infested with hostile tribes. The only way open was to the east, and so they journeyed eastward toward the then pleasant regions between the Tigris and Euphrates rivers. And many of those who were left behind later journeyed eastward to join the Adamites in their new valley home.
76:0.2 (847.2) Kain dan Sansa keduanya lahir sebelum kafilah Adam mencapai tujuannya di antara kedua sungai di Mesopotamia itu. Laotta, ibu Sansa, tewas pada saat kelahiran putrinya; Hawa sangat menderita tetapi selamat, karena kekuatan yang lebih unggul. Hawa mengambil Sansa, anak Laotta itu, ke pangkuannya, dan ia dibesarkan bersama dengan Kain. Sansa tumbuh menjadi seorang wanita berkemampuan besar. Ia menjadi istri Sargan, kepala ras biru utara, dan berkontribusi untuk kemajuan orang-orang ras biru pada masa-masa itu.   76:0.2 (847.2) Cain and Sansa were both born before the Adamic caravan had reached its destination between the rivers in Mesopotamia. Laotta, the mother of Sansa, perished at the birth of her daughter; Eve suffered much but survived, owing to superior strength. Eve took Sansa, the child of Laotta, to her bosom, and she was reared along with Cain. Sansa grew up to be a woman of great ability. She became the wife of Sargan, the chief of the northern blue races, and contributed to the advancement of the blue men of those times.
1. Kaum Edenit Memasuki Mesopotamia ^top   1. The Edenites Enter Mesopotamia ^top
76:1.1 (847.3) Diperlukan hampir satu tahun penuh bagi kafilah Adam untuk mencapai Sungai Efrat. Karena menemukannya dalam banjir pasang, mereka tetap berkemah di dataran barat sungai hampir enam minggu sebelum mereka menyeberang ke tanah di antara sungai-sungai yang akan menjadi taman kedua itu.   76:1.1 (847.3) It required almost a full year for the caravan of Adam to reach the Euphrates River. Finding it in flood tide, they remained camped on the plains west of the stream almost six weeks before they made their way across to the land between the rivers which was to become the second garden.
76:1.2 (847.4) Ketika berita mencapai para penghuni di tanah taman kedua bahwa raja dan imam besar dari Taman Eden sedang berbaris menuju mereka, mereka telah melarikan diri dengan tergesa-gesa ke pegunungan timur. Adam menemukan semua wilayah yang diinginkan itu dikosongkan ketika ia tiba. Dan di sini, di lokasi baru ini Adam dan para pembantunya bersiap untuk bekerja membangun rumah baru dan mendirikan sebuah pusat yang baru untuk budaya dan agama.   76:1.2 (847.4) When word had reached the dwellers in the land of the second garden that the king and high priest of the Garden of Eden was marching on them, they had fled in haste to the eastern mountains. Adam found all of the desired territory vacated when he arrived. And here in this new location Adam and his helpers set themselves to work to build new homes and establish a new center of culture and religion.
76:1.3 (847.5) Lokasi ini dikenal Adam sebagai salah satu dari tiga pilihan pertama dari komite yang ditugasi untuk memilih lokasi yang mungkin untuk Taman yang diusulkan oleh Van dan Amadon. Kedua sungai itu sendiri adalah pertahanan alami yang baik pada masa-masa itu, dan tidak jauh di sebelah utara taman kedua, Efrat dan Tigris mengalir cukup berdekatan sehingga dapat dibangun dinding pertahanan sepanjang sembilan puluh kilometer untuk melindungi wilayah selatan dan antara sungai-sungai.   76:1.3 (847.5) This site was known to Adam as one of the three original selections of the committee assigned to choose possible locations for the Garden proposed by Van and Amadon. The two rivers themselves were a good natural defense in those days, and a short way north of the second garden the Euphrates and Tigris came close together so that a defense wall extending fifty-six miles could be built for the protection of the territory to the south and between the rivers.
76:1.4 (847.6) Setelah menetap di Eden yang baru, menjadi perlu untuk memakai cara hidup yang kasar; tampaknya seperti sepenuhnya benar bahwa tanah itu telah dikutuk. Alam sekali lagi yang menentukan. Sekarang bangsa Adamit terpaksa untuk mencari nafkah dari tanah yang belum siap dan untuk mengatasi kenyataan hidup menghadapi kesulitan dari alam dan ketidaksesuaian kehidupan fana. Mereka menemukan taman pertama telah sebagian disiapkan untuk mereka, tetapi yang kedua harus diciptakan oleh karya mereka sendiri dan oleh “peluh di wajah mereka.”   76:1.4 (847.6) After getting settled in the new Eden, it became necessary to adopt crude methods of living; it seemed entirely true that the ground had been cursed. Nature was once again taking its course. Now were the Adamites compelled to wrest a living from unprepared soil and to cope with the realities of life in the face of the natural hostilities and incompatibilities of mortal existence. They found the first garden partially prepared for them, but the second had to be created by the labor of their own hands and in the “sweat of their faces.”
2. Kain dan Habel ^top   2. Cain and Abel ^top
76:2.1 (848.1) Kurang dari dua tahun setelah kelahiran Kain, Habel lahir, anak pertama dari Adam dan Hawa yang dilahirkan di taman kedua. Ketika Habel tumbuh sampai usia dua belas tahun, ia memilih menjadi gembala; Kain telah memilih untuk menggeluti pertanian.   76:2.1 (848.1) Less than two years after Cain’s birth, Abel was born, the first child of Adam and Eve to be born in the second garden. When Abel grew up to the age of twelve years, he elected to be a herder; Cain had chosen to follow agriculture.
76:2.2 (848.2) Adapun, pada hari-hari itu ada kebiasaan untuk membuat persembahan kepada imam dengan apa yang di tangan. Penggembala akan membawa dari ternak mereka, petani buah-buahan dari kebun; dan sesuai dengan kebiasaan ini, Kain dan Habel juga memberikan persembahan berkala untuk para imam. Kedua anak laki-laki itu telah seringkali bertikai tentang perbandingan manfaat dari bidang pekerjaan mereka, dan Habel tidak lambat untuk mencatat bahwa para imam terlihat lebih suka korban-korban hewannya. Sia-sia Kain berusaha mengingatkan kembali pada tradisi Eden yang pertama, kepada kesukaan sebelumnya untuk buah-buahan dari kebun. Tetapi Habel ini tidak mau menerimanya, dan ia mengejek kakaknya yang malu itu.   76:2.2 (848.2) Now, in those days it was customary to make offerings to the priesthood of the things at hand. Herders would bring of their flocks, farmers of the fruits of the fields; and in accordance with this custom, Cain and Abel likewise made periodic offerings to the priests. The two boys had many times argued about the relative merits of their vocations, and Abel was not slow to note that preference was shown for his animal sacrifices. In vain did Cain appeal to the traditions of the first Eden, to the former preference for the fruits of the fields. But this Abel would not allow, and he taunted his older brother in his discomfiture.
76:2.3 (848.3) Pada hari-hari Eden yang pertama, Adam memang berusaha untuk mencegah persembahan korban hewan sehingga Kain punya preseden yang bisa dibenarkan bagi pendapatnya. Namun demikian, sulit untuk mengatur kehidupan beragama di Eden kedua. Adam dibebani dengan seribu satu rincian yang terkait dengan pekerjaan pembangunan, pertahanan, dan pertanian. Karena menjadi amat tertekan secara rohani, ia menyerahkan pengaturan ibadah dan pendidikan kepada mereka dari keturunan Nod tertentu yang pernah bertugas dalam jabatan ini di taman pertama; dan dalam waktu yang begitu singkat para imam Nodit yang menjabat itu kembali ke standar dan aturan dari masa-masa sebelum Adam.   76:2.3 (848.3) In the days of the first Eden, Adam had indeed sought to discourage the offering of animal sacrifice so that Cain had a justifiable precedent for his contentions. It was, however, difficult to organize the religious life of the second Eden. Adam was burdened with a thousand and one details associated with the work of building, defense, and agriculture. Being much depressed spiritually, he intrusted the organization of worship and education to those of Nodite extraction who had served in these capacities in the first garden; and in even so short a time the officiating Nodite priests were reverting to the standards and rulings of pre-Adamic times.
76:2.4 (848.4) Kedua anak lelaki itu tidak pernah bergaul dengan baik, dan perkara pengorbanan ini lebih jauh lagi menyumbang pada kebencian yang tumbuh antara mereka. Habel tahu ia adalah anak dari Adam maupun Hawa dan selalu saja mencela Kain bahwa Adam adalah bukan ayahnya. Kain bukan ungu murni karena ayahnya adalah dari ras Nodit yang kemudian bercampur dengan manusia biru dan merah dan dengan stok Andonik pribumi. Dan semua inilah, dengan sifat warisan alami Kain yang garang, menyebabkan ia memelihara kebencian yang semakin mendalam terhadap adiknya.   76:2.4 (848.4) The two boys never got along well, and this matter of sacrifices further contributed to the growing hatred between them. Abel knew he was the son of both Adam and Eve and never failed to impress upon Cain that Adam was not his father. Cain was not pure violet as his father was of the Nodite race later admixed with the blue and the red man and with the aboriginal Andonic stock. And all of this, with Cain’s natural bellicose inheritance, caused him to nourish an ever-increasing hatred for his younger brother.
76:2.5 (848.5) Anak-anak lelaki itu masing-masing berusia delapan belas dan dua puluh tahun ketika ketegangan antara mereka akhirnya diselesaikan, suatu hari, ketika ejekan Habel begitu membuat marah kakaknya yang garang itu sehingga Kain menyerang dengan murka dan membunuhnya.   76:2.5 (848.5) The boys were respectively eighteen and twenty years of age when the tension between them was finally resolved, one day, when Abel’s taunts so infuriated his bellicose brother that Cain turned upon him in wrath and slew him.
76:2.6 (848.6) Pengamatan tentang perilakunya Habel memperlihatkan nilai lingkungan dan pendidikan sebagai faktor-faktor dalam pengembangan karakter. Habel memiliki warisan sifat yang ideal, dan keturunan terletak pada dasar semua karakter, tetapi pengaruh lingkungan yang buruk nyaris menetralisir warisan sifat yang hebat ini. Habel, terutama selama masa-masa kecilnya, sangat dipengaruhi oleh lingkungannya yang tidak menguntungkan itu. Dia bisa menjadi pribadi yang sama sekali berbeda seandainya ia hidup sampai umur dua puluh lima atau tiga puluh tahun; warisan sifat unggulnya saat itu akan tampil dengan sendirinya. Meskipun lingkungan yang baik tidak dapat berkontribusi banyak untuk benar-benar mengatasi kendala karakter dari keturunan yang jelek, tapi lingkungan yang buruk bisa sangat efektif merusak warisan sifat yang sangat baik, setidaknya selama usia lebih muda. Lingkungan sosial yang baik dan pendidikan yang benar adalah tanah dan atmosfer yang sangat penting untuk mendapatkan hasil maksimal dari pewarisan sifat yang baik.   76:2.6 (848.6) The observation of Abel’s conduct establishes the value of environment and education as factors in character development. Abel had an ideal inheritance, and heredity lies at the bottom of all character; but the influence of an inferior environment virtually neutralized this magnificent inheritance. Abel, especially during his younger years, was greatly influenced by his unfavorable surroundings. He would have become an entirely different person had he lived to be twenty-five or thirty; his superb inheritance would then have shown itself. While a good environment cannot contribute much toward really overcoming the character handicaps of a base heredity, a bad environment can very effectively spoil an excellent inheritance, at least during the younger years of life. Good social environment and proper education are indispensable soil and atmosphere for getting the most out of a good inheritance.
76:2.7 (849.1) Kematian Habel itu diketahui oleh orangtuanya ketika anjing-anjingnya membawa kawanan ternak pulang tanpa majikan mereka. Bagi Adam dan Hawa, Kain dengan cepat menjadi pengingat suram tentang kebodohan mereka, dan mereka mendorong Kain dalam keputusannya untuk meninggalkan taman.   76:2.7 (849.1) The death of Abel became known to his parents when his dogs brought the flocks home without their master. To Adam and Eve, Cain was fast becoming the grim reminder of their folly, and they encouraged him in his decision to leave the garden.
76:2.8 (849.2) Kehidupan Kain di Mesopotamia belumlah benar-benar bahagia karena dia sedemikian rupa menjadi simbol dari kegagalan. Bukan karena rekan-rekannya tidak bersikap baik kepadanya, tetapi ia menyadari tentang kebencian bawah sadar mereka akan kehadirannya. Tetapi Kain tahu bahwa, karena ia tidak menyandang tanda suku, ia akan dibunuh oleh suku tetangga pertama yang mungkin kebetulan bertemu dengannya. Rasa takut, dan setengah sesal, menuntun dia untuk bertobat. Kain belum pernah didiami oleh Pelaras, selama itu selalu menentang disiplin keluarga dan menghina agama ayahnya. Tetapi ia sekarang pergi ke Hawa, ibunya, dan meminta bantuan dan bimbingan rohani darinya, dan ketika ia dengan jujur mencari bantuan ilahi, sesosok Pelaras mendiami dia. Dan Pelaras ini, yang tinggal di dalam dan yang memandang keluar, memberi Kain suatu keunggulan superioritas yang jelas sehingga menggolongkan dia termasuk suku Adam yang sangat ditakuti itu.   76:2.8 (849.2) Cain’s life in Mesopotamia had not been exactly happy since he was in such a peculiar way symbolic of the default. It was not that his associates were unkind to him, but he had not been unaware of their subconscious resentment of his presence. But Cain knew that, since he bore no tribal mark, he would be killed by the first neighboring tribesmen who might chance to meet him. Fear, and some remorse, led him to repent. Cain had never been indwelt by an Adjuster, had always been defiant of the family discipline and disdainful of his father’s religion. But he now went to Eve, his mother, and asked for spiritual help and guidance, and when he honestly sought divine assistance, an Adjuster indwelt him. And this Adjuster, dwelling within and looking out, gave Cain a distinct advantage of superiority which classed him with the greatly feared tribe of Adam.
76:2.9 (849.3) Maka Kain berangkat ke tanah Nod, di sebelah timur Eden kedua. Ia menjadi seorang pemimpin besar di antara satu kelompok dari bangsa ayahnya, dan sampai taraf tertentu, ia memenuhi prediksi Serapatatia, karena ia memang mendukung perdamaian antara divisi orang Nodit ini dan kaum Adam sepanjang hidupnya. Kain menikahi Remona, sepupu jauhnya, dan anak pertama mereka, Henokh, menjadi kepala kaum Nodit Elam. Selama ratusan tahun kaum Elam dan Adam terus berada dalam damai.   76:2.9 (849.3) And so Cain departed for the land of Nod, east of the second Eden. He became a great leader among one group of his father’s people and did, to a certain degree, fulfill the predictions of Serapatatia, for he did promote peace between this division of the Nodites and the Adamites throughout his lifetime. Cain married Remona, his distant cousin, and their first son, Enoch, became the head of the Elamite Nodites. And for hundreds of years the Elamites and the Adamites continued to be at peace.
3. Kehidupan di Mesopotamia ^top   3. Life in Mesopotamia ^top
76:3.1 (849.4) Seiring waktu berlalu di taman kedua, akibat-akibat dari kejatuhan menjadi semakin jelas. Adam dan Hawa sangat merindukan rumah keindahan dan ketenangan mereka yang sebelumnya serta anak-anak mereka yang telah dideportasi ke Edentia. Memang kasihan mengamati pasangan agung ini diturunkan statusnya menjadi badan daging biasa dari alam; tetapi mereka menanggung penurunan keadaan mereka itu dengan ikhlas dan tabah.   76:3.1 (849.4) As time passed in the second garden, the consequences of default became increasingly apparent. Adam and Eve greatly missed their former home of beauty and tranquillity as well as their children who had been deported to Edentia. It was indeed pathetic to observe this magnificent couple reduced to the status of the common flesh of the realm; but they bore their diminished estate with grace and fortitude.
76:3.2 (849.5) Adam dengan bijaksana menghabiskan sebagian besar waktu untuk melatih anak-anaknya dan rekan-rekan mereka dalam pemerintahan sipil, metode pendidikan, dan ibadah keagamaan. Seandainya bukan karena pandangan ke depan ini, bencana besar akan pasti melanda pada saat kematiannya. Demikianlah, kematian Adam hanya sedikit berpengaruh dalam pelaksanaan urusan-urusan rakyatnya. Namun jauh sebelum Adam dan Hawa meninggal, mereka menyadari bahwa anak-anak dan pengikut mereka telah secara bertahap belajar untuk melupakan hari-hari kemuliaan mereka di Eden. Adalah lebih baik bagi mayoritas pengikut mereka karena mereka telah melupakan kemegahan Eden; mereka tidak terlalu mengalami kekecewaan yang tidak semestinya karena lingkungan mereka yang kurang menguntungkan itu.   76:3.2 (849.5) Adam wisely spent most of the time training his children and their associates in civil administration, educational methods, and religious devotions. Had it not been for this foresight, pandemonium would have broken loose upon his death. As it was, the death of Adam made little difference in the conduct of the affairs of his people. But long before Adam and Eve passed away, they recognized that their children and followers had gradually learned to forget the days of their glory in Eden. And it was better for the majority of their followers that they did forget the grandeur of Eden; they were not so likely to experience undue dissatisfaction with their less fortunate environment.
76:3.3 (849.6) Para penguasa sipil kaum Adam berasal turun temurun dari anak-anak dari taman pertama. Putra pertama Adam, Adamson (Putra Adam, Adam bin Adam), mendirikan sebuah pusat sekunder ras ungu di sebelah utara Eden kedua. Putra kedua Adam, Eveson (Putra Hawa), menjadi pemimpin dan administrator yang cakap; ia adalah penolong yang besar bagi ayahnya. Eveson tidak hidup lebih lama dari Adam, dan anak lelaki sulungnya, Jansad, menjadi penerus Adam sebagai kepala suku-suku Adam (Adamit).   76:3.3 (849.6) The civil rulers of the Adamites were derived hereditarily from the sons of the first garden. Adam’s first son, Adamson (Adam ben Adam), founded a secondary center of the violet race to the north of the second Eden. Adam’s second son, Eveson, became a masterly leader and administrator; he was the great helper of his father. Eveson lived not quite so long as Adam, and his eldest son, Jansad, became the successor of Adam as the head of the Adamite tribes.
76:3.4 (849.7) Para penguasa agama, atau keimaman, berasal dari Set, putra tertua Adam dan Hawa yang masih hidup yang lahir di taman kedua. Dia lahir seratus dua puluh sembilan tahun setelah kedatangan Adam di Urantia. Set menjadi sibuk dalam pekerjaan memperbaiki status rohani rakyat ayahnya, menjadi kepala keimaman baru di taman kedua. Putranya, Enos, membuat tatanan baru ibadah, dan cucunya, Kenan, melembagakan pelayanan utusan asing untuk suku-suku di sekitarnya, yang jauh dan dekat.   76:3.4 (849.7) The religious rulers, or priesthood, originated with Seth, the eldest surviving son of Adam and Eve born in the second garden. He was born one hundred and twenty-nine years after Adam’s arrival on Urantia. Seth became absorbed in the work of improving the spiritual status of his father’s people, becoming the head of the new priesthood of the second garden. His son, Enos, founded the new order of worship, and his grandson, Kenan, instituted the foreign missionary service to the surrounding tribes, near and far.
76:3.5 (850.1) Keimaman Set (orang Setit) itu usaha lipat tiga, mencakup agama, kesehatan, dan pendidikan. Para imam dari golongan ini dilatih untuk memimpin upacara keagamaan, untuk melayani sebagai dokter dan pengawas kebersihan, dan bertindak sebagai guru di sekolah-sekolah taman.   76:3.5 (850.1) The Sethite priesthood was a threefold undertaking, embracing religion, health, and education. The priests of this order were trained to officiate at religious ceremonies, to serve as physicians and sanitary inspectors, and to act as teachers in the schools of the garden.
76:3.6 (850.2) Kafilah Adam telah membawa benih dan umbi ratusan tanaman dan biji-bijian dari taman pertama ke tanah di antara sungai-sungai; mereka juga telah membawa macam-macam ternak dan beberapa dari semua hewan peliharaan. Karena inilah mereka memiliki keuntungan besar atas suku-suku di sekitarnya. Mereka menikmati banyak manfaat budaya sebelumnya dari Taman yang pertama.   76:3.6 (850.2) Adam’s caravan had carried the seeds and bulbs of hundreds of plants and cereals of the first garden with them to the land between the rivers; they also had brought along extensive herds and some of all the domesticated animals. Because of this they possessed great advantages over the surrounding tribes. They enjoyed many of the benefits of the previous culture of the original Garden.
76:3.7 (850.3) Hingga pada saat meninggalkan taman pertama, Adam dan keluarganya selalu makan buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Dalam perjalanan ke Mesopotamia mereka, untuk pertama kalinya, makan bumbu-bumbuan dan sayuran. Makan daging sejak awal diperkenalkan ke taman kedua, tetapi Adam dan Hawa tidak pernah makan daging sebagai bagian dari diet teratur mereka. Putra Adam maupun Putra Hawa maupun anak-anak lain dari generasi pertama dari taman pertama itu juga tidak menjadi pemakan daging.   76:3.7 (850.3) Up to the time of leaving the first garden, Adam and his family had always subsisted on fruits, cereals, and nuts. On the way to Mesopotamia they had, for the first time, partaken of herbs and vegetables. The eating of meat was early introduced into the second garden, but Adam and Eve never partook of flesh as a part of their regular diet. Neither did Adamson nor Eveson nor the other children of the first generation of the first garden become flesh eaters.
76:3.8 (850.4) Bangsa Adam sangat mengungguli bangsa-bangsa sekitarnya dalam prestasi budaya dan perkembangan intelektual. Mereka menghasilkan alfabet ketiga dan selain itu meletakkan dasar bagi banyak hal yang menjadi cikal bakal untuk seni, ilmu pengetahuan, dan sastra modern. Di sini, di tanah antara Tigris dan Efrat itu mereka mempertahankan seni penulisan, pekerjaan logam, pembuatan tembikar, dan tenunan serta menghasilkan jenis arsitektur yang tidak tertandingi dalam ribuan tahun.   76:3.8 (850.4) The Adamites greatly excelled the surrounding peoples in cultural achievement and intellectual development. They produced the third alphabet and otherwise laid the foundations for much that was the forerunner of modern art, science, and literature. Here in the lands between the Tigris and Euphrates they maintained the arts of writing, metalworking, pottery making, and weaving and produced a type of architecture that was not excelled in thousands of years.
76:3.9 (850.5) Kehidupan keluarga bangsa ungu itu ideal pada hari dan zaman mereka. Anak-anak diikutkan kursus-kursus pelatihan dalam bidang pertanian, kerajinan, dan peternakan, atau lainnya dididik untuk melakukan tugas lipat tiga seorang Setit: untuk menjadi imam, tabib, dan guru.   76:3.9 (850.5) The home life of the violet peoples was, for their day and age, ideal. Children were subjected to courses of training in agriculture, craftsmanship, and animal husbandry or else were educated to perform the threefold duty of a Sethite: to be priest, physician, and teacher.
76:3.10 (850.6) Dan ketika berpikir tentang keimaman Setit itu, jangan salah menyamakan guru-guru kesehatan dan agama yang berpikiran tinggi dan mulia itu, para pendidik sejati itu, dengan keimaman rendah dan komersial dari suku-suku yang belakangan dan bangsa-bangsa sekitarnya. Konsep keagamaan mereka tentang Deitas dan alam semesta maju dan kurang lebihnya akurat, ketentuan kesehatan mereka, untuk masa mereka, adalah sangat baik, dan metode pendidikan mereka belum pernah dilampaui sejak itu.   76:3.10 (850.6) And when thinking of the Sethite priesthood, do not confuse those high-minded and noble teachers of health and religion, those true educators, with the debased and commercial priesthoods of the later tribes and surrounding nations. Their religious concepts of Deity and the universe were advanced and more or less accurate, their health provisions were, for their time, excellent, and their methods of education have never since been surpassed.
4. Ras Ungu ^top   4. The Violet Race ^top
76:4.1 (850.7) Adam dan Hawa adalah pendiri ras ungu manusia, ras manusia kesembilan yang tampil di Urantia. Adam dan keturunannya memiliki mata biru, dan bangsa ungu itu dicirikan oleh warna kulit cerah dan warna rambut terang—kuning, merah, dan coklat.   76:4.1 (850.7) Adam and Eve were the founders of the violet race of men, the ninth human race to appear on Urantia. Adam and his offspring had blue eyes, and the violet peoples were characterized by fair complexions and light hair color—yellow, red, and brown.
76:4.2 (850.8) Hawa tidak menderita rasa sakit saat melahirkan; begitu pula ras-ras evolusioner awal. Hanya ras-ras campuran yang dihasilkan oleh persatuan manusia evolusioner dengan bangsa Nodit dan kemudian dengan Adamit itulah yang menderita kesakitan saat melahirkan.   76:4.2 (850.8) Eve did not suffer pain in childbirth; neither did the early evolutionary races. Only the mixed races produced by the union of evolutionary man with the Nodites and later with the Adamites suffered the severe pangs of childbirth.
76:4.3 (851.1) Adam dan Hawa, seperti saudara-saudara mereka di Yerusem, mendapat energi oleh nutrisi rangkap dua, hidup dari makanan dan cahaya, ditambah dengan energi suprafisik tertentu yang tidak diungkapkan di Urantia. Keturunan Urantia mereka tidak mewarisi kemampuan orang tua untuk asupan energi dan sirkulasi cahaya itu. Mereka memiliki sirkulasi tunggal, jenis dukungan hidup darah manusia. Mereka sengaja dirancang bisa mati meskipun berumur panjang, sekalipun umur panjang itu cenderung turun ke usia biasa manusia tiap-tiap generasi berikutnya.   76:4.3 (851.1) Adam and Eve, like their brethren on Jerusem, were energized by dual nutrition, subsisting on both food and light, supplemented by certain superphysical energies unrevealed on Urantia. Their Urantia offspring did not inherit the parental endowment of energy intake and light circulation. They had a single circulation, the human type of blood sustenance. They were designedly mortal though long-lived, albeit longevity gravitated toward the human norm with each succeeding generation.
76:4.4 (851.2) Adam dan Hawa dan generasi pertama anak-anak mereka tidak menggunakan daging hewan untuk makanan. Mereka hidup sepenuhnya dari “buah dari pohon.” Setelah generasi pertama semua keturunan Adam mulai makan dari produk susu, tetapi banyak dari mereka terus mengikuti diet tanpa daging. Banyak suku-suku selatan dengan siapa mereka kemudian bersatu juga pemakan bukan daging. Belakangan, banyak suku vegetarian ini bermigrasi ke timur dan bertahan sampai sekarang bercampur dalam bangsa-bangsa di India.   76:4.4 (851.2) Adam and Eve and their first generation of children did not use the flesh of animals for food. They subsisted wholly upon “the fruits of the trees.” After the first generation all of the descendants of Adam began to partake of dairy products, but many of them continued to follow a nonflesh diet. Many of the southern tribes with whom they later united were also nonflesh eaters. Later on, most of these vegetarian tribes migrated to the east and survived as now admixed in the peoples of India.
76:4.5 (851.3) Baik penglihatan jasmani maupun rohani dari Adam dan Hawa itu jauh lebih unggul dibandingkan orang-orang masa kini. Indra-indra khusus mereka jauh lebih tajam, dan mereka mampu melihat makhluk tengah dan kawanan malaikat, para Melkisedek, dan Pangeran Kaligastia yang jatuh, yang beberapa kali datang untuk berunding dengan penerusnya yang mulia. Mereka mempertahankan kemampuan untuk melihat makhluk-makhluk gaib ini selama lebih dari seratus tahun setelah kegagalan. Indra-indra khusus ini tidak begitu tajam ada dalam anak-anak mereka dan cenderung berkurang tiap-tiap generasi berikutnya.   76:4.5 (851.3) Both the physical and spiritual visions of Adam and Eve were far superior to those of the present-day peoples. Their special senses were much more acute, and they were able to see the midwayers and the angelic hosts, the Melchizedeks, and the fallen Prince Caligastia, who several times came to confer with his noble successor. They retained the ability to see these celestial beings for over one hundred years after the default. These special senses were not so acutely present in their children and tended to diminish with each succeeding generation.
76:4.6 (851.4) Anak-anak Adam biasanya didiami Pelaras karena mereka semua memiliki kapasitas yang tidak diragukan untuk selamat. Keturunan unggul ini tidak begitu tunduk pada rasa takut seperti anak-anak dari evolusi. Begitu banyak ketakutan bertahan dalam ras-ras sekarang di Urantia karena nenek moyangmu menerima begitu sedikit plasma kehidupan Adam, karena gagalnya sejak awal rencana untuk pemuliaan fisik bangsa-bangsa.   76:4.6 (851.4) The Adamic children were usually Adjuster indwelt since they all possessed undoubted survival capacity. These superior offspring were not so subject to fear as the children of evolution. So much of fear persists in the present-day races of Urantia because your ancestors received so little of Adam’s life plasm, owing to the early miscarriage of the plans for racial physical uplift.
76:4.7 (851.5) Sel-sel tubuh Putra Material dan keturunan mereka jauh lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan sel-sel makhluk evolusioner yang asli berasal dari planet. Sel-sel tubuh ras asli itu dekat dengan organisme hidup mikroskopis dan ultramikroskopis penghasil penyakit di alam. Fakta-fakta ini menjelaskan mengapa orang-orang Urantia harus berbuat banyak dengan cara upaya ilmiah untuk mengatasi begitu banyak penyakit fisik. Kamu akan jauh lebih tahan penyakit jika saja ras-rasmu membawa lebih banyak dari kehidupan Adam.   76:4.7 (851.5) The body cells of the Material Sons and their progeny are far more resistant to disease than are those of the evolutionary beings indigenous to the planet. The body cells of the native races are akin to the living disease-producing microscopic and ultramicroscopic organisms of the realm. These facts explain why the Urantia peoples must do so much by way of scientific effort to withstand so many physical disorders. You would be far more disease resistant if your races carried more of the Adamic life.
76:4.8 (851.6) Setelah mapan di taman kedua di sungai Efrat, Adam memilih untuk meninggalkan sebanyak mungkin plasma hidupnya untuk memberi keuntungan pada dunia setelah kematiannya. Oleh karena itu, Hawa dibuat menjadi kepala komisi dua belas untuk perbaikan ras, dan sebelum Adam meninggal komisi ini telah memilih 1.682 orang dari jenis perempuan tertinggi di Urantia, dan para wanita ini dihamili dengan plasma kehidupan Adam. Anak-anak mereka semua tumbuh hingga dewasa kecuali 112 orang, sehingga dunia, dengan cara ini, diuntungkan oleh penambahan 1.570 pria dan wanita unggul. Meskipun para calon ibu ini dipilih dari semua suku sekitarnya dan mewakili sebagian besar ras di bumi, mayoritasnya dipilih dari galur tertinggi dari bangsa Nodit, dan mereka merupakan awal dari ras Andit yang perkasa. Anak-anak ini lahir dan dibesarkan dalam lingkungan suku ibu mereka masing-masing.   76:4.8 (851.6) After becoming established in the second garden on the Euphrates, Adam elected to leave behind as much of his life plasm as possible to benefit the world after his death. Accordingly, Eve was made the head of a commission of twelve on race improvement, and before Adam died this commission had selected 1,682 of the highest type of women on Urantia, and these women were impregnated with the Adamic life plasm. Their children all grew up to maturity except 112, so that the world, in this way, was benefited by the addition of 1,570 superior men and women. Though these candidate mothers were selected from all the surrounding tribes and represented most of the races on earth, the majority were chosen from the highest strains of the Nodites, and they constituted the early beginnings of the mighty Andite race. These children were born and reared in the tribal surroundings of their respective mothers.
5. Kematian Adam dan Hawa ^top   5. Death of Adam and Eve ^top
76:5.1 (851.7) Tidak lama setelah pendirian Eden kedua, Adam dan Hawa dengan hormat diberitahu bahwa pertobatan mereka diterima, dan bahwa, meskipun mereka ditakdirkan untuk menjalani nasib manusia di dunia mereka, mereka akan dengan pasti memenuhi syarat untuk masuk ke jajaran peselamat tidur dari Urantia. Mereka percaya sepenuhnya kabar baik kebangkitan dan rehabilitasi yang disampaikan Melkisedek dengan begitu mengharukan kepada mereka. Pelanggaran mereka adalah kesalahan penilaian dan bukan dosa pemberontakan yang sengaja dan terencana.   76:5.1 (851.7) Not long after the establishment of the second Eden, Adam and Eve were duly informed that their repentance was acceptable, and that, while they were doomed to suffer the fate of the mortals of their world, they should certainly become eligible for admission to the ranks of the sleeping survivors of Urantia. They fully believed this gospel of resurrection and rehabilitation which the Melchizedeks so touchingly proclaimed to them. Their transgression had been an error of judgment and not the sin of conscious and deliberate rebellion.
76:5.2 (852.1) Sebagai penduduk Yerusem, Adam dan Hawa tidak memiliki Pelaras Pikiran, mereka juga tidak didiami Pelaras ketika mereka berfungsi di Urantia di taman pertama. Namun tak lama setelah penurunan mereka ke status fana mereka menjadi sadar akan suatu kehadiran baru dalam diri mereka dan terbangun pada kenyataan bahwa status manusiawi yang digabung dengan pertobatan yang tulus telah memungkinkan bagi Pelaras untuk mendiami mereka. Pengetahuan tentang menjadi didiami Pelaras inilah yang sangat membesarkan hati Adam dan Hawa sepanjang sisa hidup mereka; mereka tahu bahwa mereka telah gagal sebagai Putra Material Satania, tetapi mereka juga tahu bahwa karier Firdaus masih terbuka bagi mereka sebagai putra-putra menaik dari alam semesta.   76:5.2 (852.1) Adam and Eve did not, as citizens of Jerusem, have Thought Adjusters, nor were they Adjuster indwelt when they functioned on Urantia in the first garden. But shortly after their reduction to mortal status they became conscious of a new presence within them and awakened to the realization that human status coupled with sincere repentance had made it possible for Adjusters to indwell them. It was this knowledge of being Adjuster indwelt that greatly heartened Adam and Eve throughout the remainder of their lives; they knew that they had failed as Material Sons of Satania, but they also knew that the Paradise career was still open to them as ascending sons of the universe.
76:5.3 (852.2) Adam tahu tentang kebangkitan akhir zaman (dispensasional) yang terjadi bersamaan dengan kedatangannya di planet ini, dan ia percaya bahwa dirinya dan pendampingnya mungkin akan dipersonalisasi ulang sehubungan dengan kedatangan ordo keputraan berikutnya. Ia tidak tahu bahwa Mikhael, penguasa berdaulat alam semesta ini, adalah yang akan segera muncul di Urantia; ia berharap bahwa Putra berikutnya yang tiba adalah dari ordo Avonal. Namun demikian, selalu suatu penghiburan kepada Adam dan Hawa, sekaligus sesuatu yang sulit untuk mereka pahami, ketika mereka merenungkan satu-satunya pesan pribadi yang pernah mereka terima dari Mikhael. Pesan ini, di antara pernyataan persahabatan dan penghiburan lain, mengatakan: “Aku telah memberikan pertimbangan pada keadaan-keadaan dari kegagalanmu, aku telah mengingat keinginan hatimu untuk selalu setia pada kehendak Bapaku, dan kamu akan dipanggil dari pelukan tidur fana ketika aku datang ke Urantia jika Putra-putra bawahan dari kalanganku tidak dikirimkan kepadamu sebelum waktu itu.”   76:5.3 (852.2) Adam knew about the dispensational resurrection which occurred simultaneously with his arrival on the planet, and he believed that he and his companion would probably be repersonalized in connection with the advent of the next order of sonship. He did not know that Michael, the sovereign of this universe, was so soon to appear on Urantia; he expected that the next Son to arrive would be of the Avonal order. Even so, it was always a comfort to Adam and Eve, as well as something difficult for them to understand, to ponder the only personal message they ever received from Michael. This message, among other expressions of friendship and comfort, said: “I have given consideration to the circumstances of your default, I have remembered the desire of your hearts ever to be loyal to my Father’s will, and you will be called from the embrace of mortal slumber when I come to Urantia if the subordinate Sons of my realm do not send for you before that time.”
76:5.4 (852.3) Hal inilah yang menjadi misteri besar bagi Adam dan Hawa. Mereka bisa memahami janji terselubung tentang kemungkinan kebangkitan khusus dalam pesan ini, dan kemungkinan seperti itu sangat membahagiakan mereka, tetapi mereka tidak bisa menangkap makna isyarat bahwa mereka akan beristirahat sampai saat kebangkitan yang terkait dengan kehadiran pribadi Mikhael di Urantia. Maka pasangan Eden ini selalu mengabarkan bahwa sesosok Putra Tuhan suatu kali akan datang, dan mereka menyampaikan kepada kekasih-kekasih mereka tentang keyakinan, setidaknya harapan kerinduan, bahwa dunia kegagalan dan kesedihan mereka ini mungkin saja menjadi alam yang dipilih penguasa alam semesta ini untuk berfungsi sebagai Putra penganugerahan Firdaus. Hal itu tampaknya terlalu indah untuk menjadi kenyataan, tetapi Adam memang memegang pemikiran bahwa Urantia yang berantakan itu mungkin, pada akhirnya, akan berubah menjadi dunia yang paling beruntung dalam sistem Satania, planet yang dicemburui di seluruh Nebadon.   76:5.4 (852.3) And this was a great mystery to Adam and Eve. They could comprehend the veiled promise of a possible special resurrection in this message, and such a possibility greatly cheered them, but they could not grasp the meaning of the intimation that they might rest until the time of a resurrection associated with Michael’s personal appearance on Urantia. And so the Edenic pair always proclaimed that a Son of God would sometime come, and they communicated to their loved ones the belief, at least the longing hope, that the world of their blunders and sorrows might possibly be the realm whereon the ruler of this universe would elect to function as the Paradise bestowal Son. It seemed too good to be true, but Adam did entertain the thought that strife-torn Urantia might, after all, turn out to be the most fortunate world in the system of Satania, the envied planet of all Nebadon.
76:5.5 (852.4) Adam hidup selama 530 tahun; ia meninggal karena apa yang bisa disebut usia tua. Mekanisme fisiknya aus begitu saja; proses disintegrasi secara bertahap melewati proses perbaikan, dan akhir yang tak terelakkan itupun datang. Hawa telah meninggal sembilan belas tahun sebelumnya karena pelemahan jantung. Mereka keduanya dimakamkan di tengah tempat suci ibadah ilahi yang telah dibangun sesuai dengan rencana mereka setelah dinding koloni telah diselesaikan. Dan ini adalah asal dari praktek menguburkan pria dan wanita yang terkemuka dan saleh di bawah lantai tempat-tempat ibadah.   76:5.5 (852.4) Adam lived for 530 years; he died of what might be termed old age. His physical mechanism simply wore out; the process of disintegration gradually gained on the process of repair, and the inevitable end came. Eve had died nineteen years previously of a weakened heart. They were both buried in the center of the temple of divine service which had been built in accordance with their plans soon after the wall of the colony had been completed. And this was the origin of the practice of burying noted and pious men and women under the floors of the places of worship.
76:5.6 (852.5) Pemerintahan supramaterial Urantia, di bawah pimpinan para Melkisedek, terus berlanjut, namun kontak fisik langsung dengan ras-ras evolusioner telah terputus. Dari masa dahulu kala kedatangan staf jasmani Pangeran Planet, melalui masa Van dan Amadon hingga kedatangan Adam dan Hawa, perwakilan-perwakilan fisik dari pemerintahan alam semesta telah ditempatkan di planet ini. Tetapi dengan kegagalan Adam, berakhirlah rezim ini, yang berlangsung selama lebih dari empat ratus lima puluh ribu tahun. Dalam alam-alam rohani, para malaikat pembantu masih terus berjuang dalam hubungannya dengan para Pelaras Pikiran, keduanya bekerja dengan heroik untuk menyelamatkan orang per orang; tetapi tidak ada rencana komprehensif untuk kesejahteraan dunia jangka panjang yang diumumkan pada manusia di bumi sampai kedatangan Melkisedek Machiventa, pada zaman Abraham, yang dengan kuasa, kesabaran, dan wewenang dari sesosok Putra Tuhan, telah meletakkan dasar untuk mengangkat dan rehabilitasi rohani lebih lanjut Urantia yang malang itu.   76:5.6 (852.5) The supermaterial government of Urantia, under the direction of the Melchizedeks, continued, but direct physical contact with the evolutionary races had been severed. From the distant days of the arrival of the corporeal staff of the Planetary Prince, down through the times of Van and Amadon to the arrival of Adam and Eve, physical representatives of the universe government had been stationed on the planet. But with the Adamic default this regime, extending over a period of more than four hundred and fifty thousand years, came to an end. In the spiritual spheres, angelic helpers continued to struggle in conjunction with the Thought Adjusters, both working heroically for the salvage of the individual; but no comprehensive plan for far-reaching world welfare was promulgated to the mortals of earth until the arrival of Machiventa Melchizedek, in the times of Abraham, who, with the power, patience, and authority of a Son of God, did lay the foundations for the further uplift and spiritual rehabilitation of unfortunate Urantia.
76:5.7 (853.1) Namun demikian, kemalangan bukan menjadi satu-satunya nasib Urantia; planet ini juga menjadi yang paling beruntung dalam alam semesta lokal Nebadon. Orang Urantia harus memperhitungkan semuanya adalah keuntungan jika kegagalan nenek moyang mereka dan kesalahan penguasa dunia awal mereka begitu rupa menjatuhkan planet ini ke dalam keadaan bingung yang begitu tanpa harapan, apalagi lebih dikacaukan oleh kejahatan dan dosa, bahwa latar belakang kegelapan seperti inilah yang menarik Mikhael Nebadon sehingga ia memilih dunia ini sebagai arena untuk mewahyukan kepribadian pengasih Bapa di surga. Tidaklah berarti bahwa Urantia membutuhkan sesosok Putra Pencipta untuk mengurai urusan-urusannya agar tertata; namun bahwa kejahatan dan dosa di Urantia menyediakan bagi Putra Pencipta suatu latar belakang yang lebih mencolok untuk mengungkapkan kasih, rahmat, dan kesabaran yang tiada tara dari Bapa Firdaus.   76:5.7 (853.1) Misfortune has not, however, been the sole lot of Urantia; this planet has also been the most fortunate in the local universe of Nebadon. Urantians should count it all gain if the blunders of their ancestors and the mistakes of their early world rulers so plunged the planet into such a hopeless state of confusion, all the more confounded by evil and sin, that this very background of darkness should so appeal to Michael of Nebadon that he selected this world as the arena wherein to reveal the loving personality of the Father in heaven. It is not that Urantia needed a Creator Son to set its tangled affairs in order; it is rather that the evil and sin on Urantia afforded the Creator Son a more striking background against which to reveal the matchless love, mercy, and patience of the Paradise Father.
6. Keselamatan Adam dan Hawa ^top   6. Survival of Adam and Eve ^top
76:6.1 (853.2) Adam dan Hawa pergi untuk istirahat fana mereka dengan iman yang kuat akan janji-janji yang dibuat kepada mereka oleh Melkisedek bahwa mereka suatu kali kelak akan terjaga dari tidur kematian untuk melanjutkan kehidupan di dunia-dunia mansion, dunia-dunia yang semuanya begitu mereka kenali pada hari-hari sebelum misi mereka dalam badan jasmani ras ungu di Urantia.   76:6.1 (853.2) Adam and Eve went to their mortal rest with strong faith in the promises made to them by the Melchizedeks that they would sometime awake from the sleep of death to resume life on the mansion worlds, worlds all so familiar to them in the days preceding their mission in the material flesh of the violet race on Urantia.
76:6.2 (853.3) Mereka tidak lama beristirahat dalam tidur tidak sadar manusia biasa. Pada hari ketiga setelah kematian Adam, hari yang kedua setelah pemakamannya yang khidmat, perintah Lanaforge, ditopang oleh pejabat Yang Paling Tinggi Edentia dan disetujui oleh Yang Bersatu Harinya di Salvington, bertindak untuk Mikhael, ditempatkan di tangan Gabriel, memerintahkan panggilan panggilan hadir spesial untuk para peselamat yang terhormat dari kegagalan Adam di Urantia. Dan sesuai dengan mandat kebangkitan khusus ini, nomor dua puluh enam dari seri Urantia, Adam dan Hawa dipersonalisasi ulang dan dirakit kembali dalam ruang-ruang kebangkitan dunia mansion Satania bersama dengan 1.316 rekan-rekan mereka yang mengalami taman pertama. Banyak jiwa setia lain sudah ditranslasikan pada saat kedatangan Adam, yang disertai oleh penghakiman akhir zaman atas para peselamat tidur maupun para penaik hidup yang memenuhi syarat.   76:6.2 (853.3) They did not long rest in the oblivion of the unconscious sleep of the mortals of the realm. On the third day after Adam’s death, the second following his reverent burial, the orders of Lanaforge, sustained by the acting Most High of Edentia and concurred in by the Union of Days on Salvington, acting for Michael, were placed in Gabriel’s hands, directing the special roll call of the distinguished survivors of the Adamic default on Urantia. And in accordance with this mandate of special resurrection, number twenty-six of the Urantia series, Adam and Eve were repersonalized and reassembled in the resurrection halls of the mansion worlds of Satania together with 1,316 of their associates in the experience of the first garden. Many other loyal souls had already been translated at the time of Adam’s arrival, which was attended by a dispensational adjudication of both the sleeping survivors and of the living qualified ascenders.
76:6.3 (853.4) Adam dan Hawa dengan cepat melewati dunia-dunia kenaikan progresif sampai mereka mencapai kewargaan di Yerusem, sekali lagi menjadi penduduk planet asal mereka tetapi kali ini sebagai anggota ordo kepribadian semesta yang berbeda. Mereka meninggalkan Yerusem sebagai warga permanen—para Putra Tuhan; mereka kembali ke sana sebagai warga penaik—anak-anak manusia. Mereka langsung digabungkan pada layanan Urantia di ibukota sistem, kemudian ditugaskan sebagai anggota di antara dua puluh empat konselor yang membentuk badan pengendalian-pertimbangan Urantia saat ini.   76:6.3 (853.4) Adam and Eve quickly passed through the worlds of progressive ascension until they attained citizenship on Jerusem, once again to be residents of the planet of their origin but this time as members of a different order of universe personalities. They left Jerusem as permanent citizens—Sons of God; they returned as ascendant citizens—sons of man. They were immediately attached to the Urantia service on the system capital, later being assigned membership among the four and twenty counselors who constitute the present advisory-control body of Urantia.
76:6.4 (854.1) Dengan demikian berakhirlah kisah Adam dan Hawa Planet Urantia, kisah tentang cobaan, tragedi, dan kemenangan, setidaknya kemenangan pribadi untuk Putra dan Putri Materialmu yang bermaksud baik tetapi terperdaya, dan tidak diragukan lagi, pada akhirnya, kisah tentang kemenangan akhir bagi dunia mereka dan penduduknya yang terhempas pemberontakan dan terusik kejahatan. Ketika semua disimpulkan, Adam dan Hawa membuat kontribusi hebat untuk peradaban yang berkembang cepat dan percepatan kemajuan biologis umat manusia. Mereka meninggalkan kebudayaan yang besar di bumi, namun tidaklah mungkin untuk sebuah peradaban maju seperti itu untuk bertahan menghadapi pengenceran sejak awal dan penenggelaman pada akhirnya terhadap pewarisan keturunan Adam. Orang-oranglah yang membuat peradaban, peradaban tidak membuat orang-orang.   76:6.4 (854.1) And thus ends the story of the Planetary Adam and Eve of Urantia, a story of trial, tragedy, and triumph, at least personal triumph for your well-meaning but deluded Material Son and Daughter and undoubtedly, in the end, a story of ultimate triumph for their world and its rebellion-tossed and evil-harassed inhabitants. When all is summed up, Adam and Eve made a mighty contribution to the speedy civilization and accelerated biologic progress of the human race. They left a great culture on earth, but it was not possible for such an advanced civilization to survive in the face of the early dilution and the eventual submergence of the Adamic inheritance. It is the people who make a civilization; civilization does not make the people.
76:6.5 (854.2) [Disampaikan oleh Solonia, malaikat “suara di Taman.”]   76:6.5 (854.2) [Presented by Solonia, the seraphic “voice in the Garden.”]