Makalah 3   Paper 3
Sifat-sifat Tuhan   The Attributes of God
3:0.1 (44.1) TUHAN hadir di mana-mana; Bapa Semesta memerintah lingkaran kekekalan. Namun Dia memerintah dalam alam-alam semesta lokal dalam diri pribadi-pribadi Putra Pencipta Firdaus-Nya, bahkan Dia menganugerahkan hidup melalui Putra-putra ini. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.” Para Putra Pencipta dari Tuhan ini adalah pernyataan pribadi diri-Nya sendiri dalam sektor-sektor waktu dan kepada anak-anak di planet-planet yang berpusar di alam-alam semesta ruang angkasa yang berevolusi.   3:0.1 (44.1) GOD is everywhere present; the Universal Father rules the circle of eternity. But he rules in the local universes in the persons of his Paradise Creator Sons, even as he bestows life through these Sons. “God has given us eternal life, and this life is in his Sons.” These Creator Sons of God are the personal expression of himself in the sectors of time and to the children of the whirling planets of the evolving universes of space.
3:0.2 (44.2) Putra-putra Tuhan yang sangat dipribadikan itu dapat dengan jelas dilihat oleh golongan kecerdasan-kecerdasan ciptaan yang lebih rendah, dan dengan demikianlah mereka menutup kekurangan karena Bapa yang tanpa batas itu tidak kasat mata sehingga lebih tidak dapat dilihat. Para Putra Pencipta Firdaus dari Bapa Semesta adalah suatu pewahyuan dari sosok yang tidak terlihat, tidak tampak karena kemutlakan dan ketanpa-batasan yang melekat dalam lingkaran kekekalan dan dalam kepribadian-kepribadian Deitas Firdaus.   3:0.2 (44.2) The highly personalized Sons of God are clearly discernible by the lower orders of created intelligences, and so do they compensate for the invisibility of the infinite and therefore less discernible Father. The Paradise Creator Sons of the Universal Father are a revelation of an otherwise invisible being, invisible because of the absoluteness and infinity inherent in the circle of eternity and in the personalities of the Paradise Deities.
3:0.3 (44.3) Kepenciptaan itu hampir tidak bisa dikatakan sebagai sifat (atribut) Tuhan; hal itu lebih merupakan agregat dari kodrat bertindak-Nya. Dan fungsi menyeluruh untuk kepenciptaan ini secara kekal diwujudkan sementara hal itu dipengaruhi dan dikendalikan oleh semua atribut atau sifat yang dikoordinasikan dari realitas yang tanpa batas dan ilahi Sumber dan Pusat Pertama. Kami sejujurnya meragukan apakah salah satu ciri khas dari kodrat ilahi itu dapat dianggap sebagai mendahului yang lain, namun jika demikian halnya, maka kodrat kepenciptaan Deitas itu akan mendahului semua kodrat, kegiatan, dan sifat yang lain. Dan kepenciptaan Deitas itu memuncak dalam kebenaran semesta tentang Kebapaan Tuhan.   3:0.3 (44.3) Creatorship is hardly an attribute of God; it is rather the aggregate of his acting nature. And this universal function of creatorship is eternally manifested as it is conditioned and controlled by all the co-ordinated attributes of the infinite and divine reality of the First Source and Center. We sincerely doubt whether any one characteristic of the divine nature can be regarded as being antecedent to the others, but if such were the case, then the creatorship nature of Deity would take precedence over all other natures, activities, and attributes. And the creatorship of Deity culminates in the universal truth of the Fatherhood of God.
1. Kehadiran Tuhan Di Mana-mana ^top   1. God’s Everywhereness ^top
3:1.1 (44.4) Kemampuan Bapa Semesta untuk hadir di mana-mana, dan pada waktu yang sama, merupakan kemaha-hadirannya. Tuhan sendiri dapat berada di dua tempat, di tempat-tempat yang tak terhitung, pada waktu yang sama. Tuhan ada bersamaan “di langit di atas dan di bumi di bawah”; seperti Pemazmur berseru: “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?”   3:1.1 (44.4) The ability of the Universal Father to be everywhere present, and at the same time, constitutes his omnipresence. God alone can be in two places, in numberless places, at the same time. God is simultaneously present “in heaven above and on the earth beneath”; as the Psalmist exclaimed: “Whither shall I go from your spirit? or whither shall I flee from your presence?”
3:1.2 (44.5) “’Masakan Aku ini hanya Allah yang dari dekat, demikianlah firman TUHAN, dan bukan Allah yang dari jauh juga?’ ‘Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi?’” Bapa Semesta sepanjang waktu hadir dalam semua bagian dan dalam semua hati ciptaan-Nya yang mahaluas. Dia adalah “kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu,” dan “yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.” dan lebih lanjut, konsep tentang kepribadian-Nya adalah sedemikian sehingga “sedangkan langit (alam semesta), bahkan langit yang mengatasi segala langit (alam semesta segala alam-alam semesta) pun tidak dapat memuat Dia.” Secara harfiah benar bahwa Tuhan adalah semua dan dalam semua. Sekalipun demikian itu belum semuanyatentang Tuhan. Yang Tanpa Batas (Infinit) itu pada akhirnya dapat diungkapkan hanya dalam ketanpa-batasan (infinitas); penyebab tidak pernah dapat sepenuhnya dipahami oleh suatu analisis akibat; Tuhan yang hidup itu lebih besar tak terhingga daripada jumlah total ciptaan yang telah dijadikan ada sebagai suatu hasil dari tindakan kreatif dari kehendak bebas-Nya yang tidak dibatasi. Tuhan itu diungkapkan di seluruh kosmos, namun kosmos tidak pernah dapat memuat atau mencakup keseluruhan infinitas Tuhan.   3:1.2 (44.5) “‘I am a God at hand as well as afar off,’ says the Lord. ‘Do not I fill heaven and earth?’” The Universal Father is all the time present in all parts and in all hearts of his far-flung creation. He is “the fullness of him who fills all and in all,” and “who works all in all,” and further, the concept of his personality is such that “the heaven (universe) and heaven of heavens (universe of universes) cannot contain him.” It is literally true that God is all and in all. But even that is not all of God. The Infinite can be finally revealed only in infinity; the cause can never be fully comprehended by an analysis of effects; the living God is immeasurably greater than the sum total of creation that has come into being as a result of the creative acts of his unfettered free will. God is revealed throughout the cosmos, but the cosmos can never contain or encompass the entirety of the infinity of God.
3:1.3 (45.1) Kehadiran Bapa tanpa henti-hentinya menjelajahi alam semesta master. “Dari ujung langit Ia terbit, dan Ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya.”   3:1.3 (45.1) The Father’s presence unceasingly patrols the master universe. “His going forth is from the end of the heaven, and his circuit to the ends of it; and there is nothing hidden from the light thereof.”
3:1.4 (45.2) Makhluk itu tidak hanya ada dalam Tuhan, namun Tuhan juga hidup dalam makhluk. “Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. Pemberian dari Bapa Surgawi ini adalah sahabat manusia yang tak terpisahkan.” “Dia adalah Tuhan yang selalu hadir dan meliputi segala sesuatu.” “Roh dari Bapa yang kekal itu tersembunyi di dalam hati setiap anak manusia.” “Manusia pergi mencari teman sedangkan teman itu sendiri hidup di dalam hatinya.” “Tuhan yang benar itu tidak jauh; Dia adalah bagian dari kita; roh-Nya berbicara dari dalam kita.” “Bapa hidup di dalam anak. Tuhan selalu beserta kita. Dia adalah roh penuntun untuk takdir yang kekal.”   3:1.4 (45.2) The creature not only exists in God, but God also lives in the creature. “We know we dwell in him because he lives in us; he has given us his spirit. This gift from the Paradise Father is man’s inseparable companion.” “He is the ever-present and all-pervading God.” “The spirit of the everlasting Father is concealed in the mind of every mortal child.” “Man goes forth searching for a friend while that very friend lives within his own heart.” “The true God is not afar off; he is a part of us; his spirit speaks from within us.” “The Father lives in the child. God is always with us. He is the guiding spirit of eternal destiny.”
3:1.5 (45.3) Sungguh mengenai umat manusia telah dikatakan, “Kamu berasal dari Allah" karena “Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.” Bahkan dalam melakukan perbuatan salah kamu menyakiti pemberian Tuhan yang mendiami kamu, karena Pelaras Pikiran itu harus ikut melewati akibat-akibat dari pikiran jahat bersama-sama dengan batin manusia tempat ia terkurung.   3:1.5 (45.3) Truly of the human race has it been said, “You are of God” because “he who dwells in love dwells in God, and God in him.” Even in wrongdoing you torment the indwelling gift of God, for the Thought Adjuster must needs go through the consequences of evil thinking with the human mind of its incarceration.
3:1.6 (45.4) Kemahahadiran Tuhan itu dalam kenyataannya suatu bagian dari kodrat tanpa batas-Nya; ruang angkasa bukan merupakan rintangan bagi Deitas. Tuhan itu, dalam kesempurnaan dan tanpa pembatasan, hadir secara tampak hanya di Firdaus dan dalam alam semesta sentral. Dia tidak dapat diamati hadir seperti itu dalam ciptaan-ciptaan yang mengelilingi Havona, karena Tuhan telah membatasi kehadiran langsung dan nyata-Nya sebagai penghargaan terhadap kedaulatan dan hak ilahi dari para pencipta dan penguasa yang sederajat di alam-alam semesta ruang dan waktu. Karena itu haruslah konsep tentang hadirat ilahi memungkinkan rentang yang luas, baik cara maupun saluran manifestasi yang mencakup sirkuit hadirat Putra Kekal, Roh Tanpa Batas, dan Pulau Firdaus. Juga tidak selalu mungkin untuk membedakan antara hadirat Bapa Semesta dan tindakan-tindakan dari rekan-rekan sederajat dan perwakilan-perwakilan kekal-Nya, demikian sempurnanya mereka menggenapi seluruh kewajiban tanpa batas demi maksud-Nya yang tak berubah. Namun tidaklah demikian halnya dengan sirkuit kepribadian dan para Pelaras; di sini Tuhan bertindak secara unik, langsung dan eksklusif.   3:1.6 (45.4) The omnipresence of God is in reality a part of his infinite nature; space constitutes no barrier to Deity. God is, in perfection and without limitation, discernibly present only on Paradise and in the central universe. He is not thus observably present in the creations encircling Havona, for God has limited his direct and actual presence in recognition of the sovereignty and the divine prerogatives of the co-ordinate creators and rulers of the universes of time and space. Hence must the concept of the divine presence allow for a wide range of both mode and channel of manifestation embracing the presence circuits of the Eternal Son, the Infinite Spirit, and the Isle of Paradise. Nor is it always possible to distinguish between the presence of the Universal Father and the actions of his eternal co-ordinates and agencies, so perfectly do they fulfill all the infinite requirements of his unchanging purpose. But not so with the personality circuit and the Adjusters; here God acts uniquely, directly, and exclusively.
3:1.7 (45.5) Sang Pengendali Semesta itu secara potensial hadir dalam sirkuit-sirkuit gravitasi Pulau Firdaus dalam semua bagian alam semesta pada sepanjang waktu dan dalam tingkat yang sama, sesuai dengan massa, dalam tanggapan terhadap tuntutan fisik untuk kehadiran-Nya, dan karena kodrat semua ciptaan yang menyebabkan segala sesuatu melekat dan berada di dalam-Nya. Demikian pula Sumber dan Pusat Pertama secara potensial hadir dalam Absolut Nirkualifikasi, penyimpanan alam-alam semesta yang belum diciptakan untuk masa depan yang kekal. Tuhan dengan demikian secara potensial meliputi alam-alam semesta di masa lalu, masa kini dan masa depan. Dia adalah fondasi purbakala untuk kesatuan utuhapa yang disebut ciptaan material. Potensi bukan rohaninya Deitas ini menjadi aktual di sana sini di seluruh tingkat keberadaan fisik melalui campur tangan yang tidak bisa dijelaskan dari salah satu dari perwakilan-perwakilan eksklusif-Nya di atas panggung aksi alam semesta.   3:1.7 (45.5) The Universal Controller is potentially present in the gravity circuits of the Isle of Paradise in all parts of the universe at all times and in the same degree, in accordance with the mass, in response to the physical demands for this presence, and because of the inherent nature of all creation which causes all things to adhere and consist in him. Likewise is the First Source and Center potentially present in the Unqualified Absolute, the repository of the uncreated universes of the eternal future. God thus potentially pervades the physical universes of the past, present, and future. He is the primordial foundation of the coherence of the so-called material creation. This nonspiritual Deity potential becomes actual here and there throughout the level of physical existences by the inexplicable intrusion of some one of his exclusive agencies upon the stage of universe action.
3:1.8 (45.6) Kehadiran batin Tuhan itu terkait dengan batin absolut dari Pelaku Bersama, Roh Tanpa Batas itu, namun dalam ciptaan-ciptaan terbatas hal itu lebih baik diamati dalam hal batin kosmis dari Roh-roh Master Firdaus yang berfungsi dimana-mana itu. Sama seperti Sumber dan Pusat Pertama itu secara potensial hadir dalam sirkuit-sirkuit batin dari Pelaku Bersama, demikian pula Dia secara potensial hadir dalam tegangan-tegangan dari Absolut Semesta. Namun batin dari golongan manusia itu suatu anugerah dari Putri-putri Pelaku Bersama, yaitu Penatalayan Ilahi alam-alam semesta yang berkembang.   3:1.8 (45.6) The mind presence of God is correlated with the absolute mind of the Conjoint Actor, the Infinite Spirit, but in the finite creations it is better discerned in the everywhere functioning of the cosmic mind of the Paradise Master Spirits. Just as the First Source and Center is potentially present in the mind circuits of the Conjoint Actor, so is he potentially present in the tensions of the Universal Absolute. But mind of the human order is a bestowal of the Daughters of the Conjoint Actor, the Divine Ministers of the evolving universes.
3:1.9 (46.1) Hadir di mana-mananya roh Bapa Semesta itu dikoordinasikan dengan fungsi kehadiran roh semesta dari Putra Kekal dan potensi ilahi yang abadi dari Absolut Deitas. Namun demikian, kegiatan rohani Putra Kekal dan para Putra Firdausnya, atau pun anugerah-anugerah batin dari Roh Tanpa Batas itu, tampaknya tidak mengecualikan tindakan langsung dari Pelaras Pikiran, pecahan-pecahan Tuhan yang berdiam dalam hati anak-anak ciptaan-Nya.   3:1.9 (46.1) The everywhere-present spirit of the Universal Father is co-ordinated with the function of the universal spirit presence of the Eternal Son and the everlasting divine potential of the Deity Absolute. But neither the spiritual activity of the Eternal Son and his Paradise Sons nor the mind bestowals of the Infinite Spirit seem to exclude the direct action of the Thought Adjusters, the indwelling fragments of God, in the hearts of his creature children.
3:1.10 (46.2) Mengenai kehadiran Tuhan di sebuah planet, sistem, konstelasi, atau suatu alam semesta, taraf kehadiran tersebut dalam suatu unit ciptaan adalah suatu ukuran dari taraf kehadiran Sang Mahatinggi yang berevolusi itu: Hal itu ditentukan oleh pengenalan Tuhan secara massal dan kesetiaan kepada-Nya pada bagian organisasi alam semesta yang luas itu, berjalan turun ke sistem-sistem dan planet-planet itu sendiri. Sebab itu kadang-kadang dengan harapan untuk melestarikan dan mengamankan tahap-tahap kehadiran Tuhan yang berharga ini, maka ketika beberapa planet (atau bahkan sistem-sistem) tersesat jauh ke dalam kegelapan rohani, mereka dalam pengertian tertentu dikarantina, atau diisolir sebagian dari pergaulan dengan unit-unit ciptaan yang lebih besar. Dan semua hal ini, seperti yang beroperasi di Urantia, adalah suatu reaksi defensif secara rohani dari mayoritas dunia-dunia untuk menyelamatkan diri mereka, sejauh mungkin, agar tidak menderita akibat-akibat mengisolir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan memisahkan diri dari suatu minoritas yang keras-kepala, jahat, dan memberontak.   3:1.10 (46.2) Concerning God’s presence in a planet, system, constellation, or a universe, the degree of such presence in any creational unit is a measure of the degree of the evolving presence of the Supreme Being: It is determined by the en masse recognition of God and loyalty to him on the part of the vast universe organization, running down to the systems and planets themselves. Therefore it is sometimes with the hope of conserving and safeguarding these phases of God’s precious presence that, when some planets (or even systems) have plunged far into spiritual darkness, they are in a certain sense quarantined, or partially isolated from intercourse with the larger units of creation. And all this, as it operates on Urantia, is a spiritually defensive reaction of the majority of the worlds to save themselves, as far as possible, from suffering the isolating consequences of the alienating acts of a headstrong, wicked, and rebellious minority.
3:1.11 (46.3) Meskipun Bapa secara keorang-tuaan menghubungkan dalam sirkuit semua anak-anak-Nya—semua kepribadian— pengaruh-Nya dalam mereka dibatasi oleh jauhnya asal-mula mereka dari Pribadi Kedua dan Ketiga Deitas dan pengaruhnya makin bertambah ketika pencapaian takdir mereka mendekati tingkat-tingkat tersebut. Faktamengenai kehadiran Tuhan dalam batin makhluk itu ditentukan oleh apakah mereka didiami oleh pecahan-pecahan Bapa atau tidak, seperti misalnya Monitor Misteri, tetapi hadirat efektif-Nya ditentukan oleh taraf kerjasama yang diberikan oleh batin-batin yang mereka tempati kepada para Pelaras yang mendiami ini.   3:1.11 (46.3) While the Father parentally encircuits all his sons—all personalities—his influence in them is limited by the remoteness of their origin from the Second and the Third Persons of Deity and augmented as their destiny attainment nears such levels. The fact of God’s presence in creature minds is determined by whether or not they are indwelt by Father fragments, such as the Mystery Monitors, but his effective presence is determined by the degree of co-operation accorded these indwelling Adjusters by the minds of their sojourn.
3:1.12 (46.4) Naik-turunnya kehadiran Bapa itu tidak disebabkan oleh Tuhan yang tidak dapat berubah. Bapa tidak mengundurkan diri ke dalam tempat persembunyian karena Dia telah diremehkan; kasih sayang-Nya tidak dijauhkan oleh karena perbuatan salah makhluk. Namun, karena dikaruniai dengan kuasa untuk memilih (mengenai diri-Nya sendiri), maka anak-anak-Nya, dalam pelaksanaan pilihan tersebut, secara langsung menentukan taraf dan batasan-batasan pengaruh ilahi Bapa dalam hati dan jiwa mereka sendiri. Bapa telah secara bebas menganugerahkan diri-Nya ke atas kita tanpa batas dan tanpa pilih kasih. Dia tidak memandang muka terhadap pribadi-pribadi, planet-planet, sistem-sistem, atau alam-alam semesta. Dalam sektor-sektor waktu Dia mengaruniakan kehormatan berbeda-beda hanya atas kepribadian-kepribadian Firdaus dari Tuhan Lipat Tujuh, pencipta-pencipta sederajat untuk alam-alam semesta terbatas.   3:1.12 (46.4) The fluctuations of the Father’s presence are not due to the changeableness of God. The Father does not retire in seclusion because he has been slighted; his affections are not alienated because of the creature’s wrongdoing. Rather, having been endowed with the power of choice (concerning Himself), his children, in the exercise of that choice, directly determine the degree and limitations of the Father’s divine influence in their own hearts and souls. The Father has freely bestowed himself upon us without limit and without favor. He is no respecter of persons, planets, systems, or universes. In the sectors of time he confers differential honor only on the Paradise personalities of God the Sevenfold, the co-ordinate creators of the finite universes.
2. Kuasa Tanpa Batas Tuhan ^top   2. God’s Infinite Power ^top
3:2.1 (46.5) Seluruh alam-alam semesta mengetahui bahwa “Tuhan kita, Allah Yang Mahakuasa, memerintah.” Urusan-urusan di dunia ini dan di dunia-dunia yang lain diawasi secara ilahi. “Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi.” Secara kekal benarlah bahwa “sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah.”   3:2.1 (46.5) All the universes know that “the Lord God omnipotent reigns.” The affairs of this world and other worlds are divinely supervised. “He does according to his will in the army of heaven and among the inhabitants of the earth.” It is eternally true, “there is no power but of God.”
3:2.2 (46.6) Di dalam batasan-batasan apa yang konsisten dengan kodrat ilahi-Nya, secara harfiah benarlah bahwa “bagi Allah segala sesuatu mungkin.” Proses-proses evolusioner yang berkepanjangan dari bangsa-bangsa, planet-planet, dan alam-alam semesta itu ada di bawah kendali sempurna dari para kreator dan administrator alam semesta, dan digelar sesuai dengan maksud kekal dari Bapa Semesta, berjalan dalam keselarasan dan keteraturan dan sesuai dengan rencana mahabijaksana Tuhan. Hanya ada satu pemberi hukum. Dia menopang dunia-dunia dalam ruang angkasa dan mengayunkan alam-alam semesta seputar lingkaran tanpa akhir dari sirkuit kekal.   3:2.2 (46.6) Within the bounds of that which is consistent with the divine nature, it is literally true that “with God all things are possible.” The long-drawn-out evolutionary processes of peoples, planets, and universes are under the perfect control of the universe creators and administrators and unfold in accordance with the eternal purpose of the Universal Father, proceeding in harmony and order and in keeping with the all-wise plan of God. There is only one lawgiver. He upholds the worlds in space and swings the universes around the endless circle of the eternal circuit.
3:2.3 (47.1) Dari semua sifat-sifat ilahi, kemahakuasaan-Nya, khususnya karena hal itu berlaku dalam alam semesta material, adalah sifat yang paling dipahami. Dipandang sebagai suatu fenomena yang bukan spiritual, Tuhan adalah energi. Pernyataan tentang fakta fisik ini didasarkan atas kebenaran yang tidak bisa dipahami bahwa Sumber dan Pusat Pertama itu adalah sebab perdana untuk fenomena fisik semesta di semua ruang. Dari kegiatan ilahi ini semua energi fisik dan semua manifestasi material berasal. Cahaya, yaitu, cahaya tanpa panas, adalah satu lagi manifestasi bukan spiritual dari para Deitas. Dan masih ada lagi bentuk energi bukan spiritual lain yang nyaris tak diketahui di Urantia; energi itu sampai saat ini belum dikenali.   3:2.3 (47.1) Of all the divine attributes, his omnipotence, especially as it prevails in the material universe, is the best understood. Viewed as an unspiritual phenomenon, God is energy. This declaration of physical fact is predicated on the incomprehensible truth that the First Source and Center is the primal cause of the universal physical phenomena of all space. From this divine activity all physical energy and other material manifestations are derived. Light, that is, light without heat, is another of the nonspiritual manifestations of the Deities. And there is still another form of nonspiritual energy which is virtually unknown on Urantia; it is as yet unrecognized.
3:2.4 (47.2) Tuhan mengendalikan semua daya; Dia telah membuat “jalan bagi kilat guruh”; Dia telah mentahbiskan sirkuit-sirkuit untuk semua energi. Dia telah menetapkan waktu dan cara manifestasi untuk semua wujud energi-materi. Dan semua hal ini dipegang selamanya dalam genggaman abadi-Nya—dalam pengendalian gravitasi yang memusat di Firdaus bagian bawah. Cahaya dan energi dari Tuhan yang kekal itu dengan demikian berputar selamanya mengelilingi sirkuit-Nya yang agung, arak-arakan kawanan bintang-bintang tanpa akhir namun teratur yang menyusun alam semesta segala alam-alam semesta. Semua ciptaan berkeliling selama-lamanya seputar pusat Kepribadian-Firdaus untuk semua benda dan makhluk itu.   3:2.4 (47.2) God controls all power; he has made “a way for the lightning”; he has ordained the circuits of all energy. He has decreed the time and manner of the manifestation of all forms of energy-matter. And all these things are held forever in his everlasting grasp—in the gravitational control centering on nether Paradise. The light and energy of the eternal God thus swing on forever around his majestic circuit, the endless but orderly procession of the starry hosts composing the universe of universes. All creation circles eternally around the Paradise-Personality center of all things and beings.
3:2.5 (47.3) Kemahakuasaan Sang Bapa berhubungan dengan penguasaan dimana-mana terhadap tingkat absolut, di mana pada tingkat itu tiga energi, yaitu material, mental, dan spiritual, tak dapat dibedakan dalam jarak dekat dengan Dia—Sang Sumber segala sesuatu. Batin makhluk, karena bukan monota Firdaus atau juga roh Firdaus, tidak secara langsung respons kepada Bapa Semesta. Tuhan menyesuaikan dengan batin yang tidak sempurna—dengan manusia-manusia Urantia melalui para Pelaras Pikiran.   3:2.5 (47.3) The omnipotence of the Father pertains to the everywhere dominance of the absolute level, whereon the three energies, material, mindal, and spiritual, are indistinguishable in close proximity to him—the Source of all things. Creature mind, being neither Paradise monota nor Paradise spirit, is not directly responsive to the Universal Father. God adjusts with the mind of imperfection—with Urantia mortals through the Thought Adjusters.
3:2.6 (47.4) Bapa Semesta itu bukan suatu kekuatan yang sementara, daya yang berubah, atau energi yang naik turun. Kuasa dan hikmat dari Bapa itu sepenuhnya memadai untuk berurusan dengan setiap dan semua keadaan darurat alam semesta. Ketika keadaan-keadaan darurat pengalaman manusia muncul, Dia sebelumnya telah melihat semuanya, dan oleh sebab itu Dia tidak bereaksi terhadap urusan-urusan alam semesta dalam cara tersendiri secara khusus melainkan sesuai dengan aturan-aturan dari hikmat kekal dan serasi dengan mandat-mandat dari pertimbangan yang tanpa batas. Terlepas dari tampilan-tampilannya, kuasa Tuhan itu tidak berfungsi dalam alam semesta sebagai suatu kekuatan yang buta.   3:2.6 (47.4) The Universal Father is not a transient force, a shifting power, or a fluctuating energy. The power and wisdom of the Father are wholly adequate to cope with any and all universe exigencies. As the emergencies of human experience arise, he has foreseen them all, and therefore he does not react to the affairs of the universe in a detached way but rather in accordance with the dictates of eternal wisdom and in consonance with the mandates of infinite judgment. Regardless of appearances, the power of God is not functioning in the universe as a blind force.
3:2.7 (47.5) Situasi-situasi memang muncul dimana sepertinya bahwa putusan-putusan darurat telah dibuat, bahwa hukum-hukum alam telah ditangguhkan, bahwa salah penyesuaian telah disadari, dan bahwa ada usaha telah dibuat untuk membetulkan situasi; namun bukan demikian keadaan sebenarnya. Konsep-konsep tentang Tuhan seperti itu berasal dari rentang terbatas sudut pandangmu, dalam keterbatasan pemahamanmu, dan dalam lingkup terbatas pengamatanmu; kesalah-pahaman tentang Tuhan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mendalam yang kamu alami mengenai keberadaan hukum-hukum alam yang lebih tinggi, keagungan karakter Bapa, ketanpabatasan sifat-sifat-Nya, dan fakta tentang kehendak bebas-Nya.   3:2.7 (47.5) Situations do arise in which it appears that emergency rulings have been made, that natural laws have been suspended, that misadaptations have been recognized, and that an effort is being made to rectify the situation; but such is not the case. Such concepts of God have their origin in the limited range of your viewpoint, in the finiteness of your comprehension, and in the circumscribed scope of your survey; such misunderstanding of God is due to the profound ignorance you enjoy regarding the existence of the higher laws of the realm, the magnitude of the Father’s character, the infinity of his attributes, and the fact of his free-willness.
3:2.8 (47.6) Makhluk-makhluk planet yang didiami roh Tuhan, yang tersebar di sana sini di seluruh alam-alam semesta ruang, adalah nyaris hampir tak terbatas dalam jumlah dan golongannya, kemampuan pikir mereka begitu beragam, pikiran mereka demikian terbatas dan kadang-kadang begitu kasar, penglihatan mereka demikian sempit dan terlokalisir, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyusun generalisasi hukum yang dapat secara memadai menyatakan sifat-sifat tanpa batasnya Bapa dan pada waktu yang sama pada taraf tertentu dapat dipahami oleh kecerdasan-kecerdasan ciptaan ini. Oleh sebab itu, kepada kamu makhluk, banyak dari perbuatan Pencipta yang mahakuasa itu tampaknya sembarangan, terpisah, dan tidak jarang tanpa belas kasihan dan kejam. Namun lagi aku memastikan kamu bahwa ini tidak benar. Perbuatan Tuhan itu semua penuh maksud, cerdas, bijak, baik, dan secara kekal penuh pertimbangan terhadap kebaikan yang terbaik, tidak selalu terhadap sesosok individu, suatu bangsa, suatu planet, atau bahkan suatu alam semesta; tetapi hal-hal itu adalah untuk kesejahteraan dan kebaikan terbaik dari semua yang bersangkutan, dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam zaman-zaman waktu, kesejahteraan untuk suatu bagian bisa kadang-kadang tampak berbeda dari kesejahteraan untuk keseluruhan; dalam lingkaran kekekalan apa yang tampaknya perbedaan-perbedaan seperti itu tidak ada.   3:2.8 (47.6) The planetary creatures of God’s spirit indwelling, scattered hither and yon throughout the universes of space, are so nearly infinite in number and order, their intellects are so diverse, their minds are so limited and sometimes so gross, their vision is so curtailed and localized, that it is almost impossible to formulate generalizations of law adequately expressive of the Father’s infinite attributes and at the same time to any degree comprehensible to these created intelligences. Therefore, to you the creature, many of the acts of the all-powerful Creator seem to be arbitrary, detached, and not infrequently heartless and cruel. But again I assure you that this is not true. God’s doings are all purposeful, intelligent, wise, kind, and eternally considerate of the best good, not always of an individual being, an individual race, an individual planet, or even an individual universe; but they are for the welfare and best good of all concerned, from the lowest to the highest. In the epochs of time the welfare of the part may sometimes appear to differ from the welfare of the whole; in the circle of eternity such apparent differences are nonexistent.
3:2.9 (48.1) Kita semua bagian dari keluarga Tuhan, dan oleh sebab itu kadangkala kita harus berbagi dalam disiplin keluarga. Banyak dari perbuatan Tuhan yang demikian mengganggu dan membingungkan kita adalah hasil dari keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan akhir yang mahabijaksana, yang memberdayakan Pelaku Bersama untuk melaksanakan pemilihan kehendak sempurna dari batin tanpa batas, untuk menegakkan keputusan-keputusan dari kepribadian kesempurnaan, yang pengamatan, penglihatan, dan perhatian-Nya mencakup kesejahteraan tertinggi dan kekal atas seluruh ciptaan-Nya yang mahaluas.   3:2.9 (48.1) We are all a part of the family of God, and we must therefore sometimes share in the family discipline. Many of the acts of God which so disturb and confuse us are the result of the decisions and final rulings of all-wisdom, empowering the Conjoint Actor to execute the choosing of the infallible will of the infinite mind, to enforce the decisions of the personality of perfection, whose survey, vision, and solicitude embrace the highest and eternal welfare of all his vast and far-flung creation.
3:2.10 (48.2) Dengan demikian sudut pandang kamu yang terpisah, per bagian, terbatas, kasar, dan sangat materialistik dan keterbatasan-keterbatasan yang melekat dalam tabiat insanimu itu merupakan suatu kendala sehingga kamu tidak dapat melihat, memahami, atau mengetahui hikmat dan kebaikan dari banyak perbuatan ilahi yang bagimu tampak sarat penuh dengan kekejaman yang hebat, dan yang tampaknya dicirikan oleh ketidak-pedulian terhadap kesenangan dan kesejahteraan, pada kebahagiaan planet dan kemakmuran pribadi, makhluk-makhluk sesamamu. Karena batas-batas penglihatan manusia itulah, karena pengetahuanmu yang terkungkung dan pemahamanmu yang terbatas itulah, sehingga kamu salah paham akan motif-motif Tuhan, dan menyalah-artikan maksud-maksud-Nya. Namun demikian banyak hal yang terjadi di dunia-dunia evolusioner yang adalah bukan perbuatan pribadi dari Bapa Semesta.   3:2.10 (48.2) Thus it is that your detached, sectional, finite, gross, and highly materialistic viewpoint and the limitations inherent in the nature of your being constitute such a handicap that you are unable to see, comprehend, or know the wisdom and kindness of many of the divine acts which to you seem fraught with such crushing cruelty, and which seem to be characterized by such utter indifference to the comfort and welfare, to the planetary happiness and personal prosperity, of your fellow creatures. It is because of the limits of human vision, it is because of your circumscribed understanding and finite comprehension, that you misunderstand the motives, and pervert the purposes, of God. But many things occur on the evolutionary worlds which are not the personal doings of the Universal Father.
3:2.11 (48.3) Kemahakuasaan ilahi itu secara sempurna dikoordinasikan dengan sifat-sifat lain dari kepribadian Tuhan. Kuasa Tuhan itu, biasanya, hanya dibatasi dalam manifestasi rohani alam semestanya oleh tiga kondisi atau situasi:   3:2.11 (48.3) The divine omnipotence is perfectly co-ordinated with the other attributes of the personality of God. The power of God is, ordinarily, only limited in its universe spiritual manifestation by three conditions or situations:
3:2.12 (48.4) 1. Oleh kodrat Tuhan, khususnya oleh kasih tanpa batas-Nya, oleh kebenaran, keindahan, dan kebaikan.   3:2.12 (48.4) 1. By the nature of God, especially by his infinite love, by truth, beauty, and goodness.
3:2.13 (48.5) 2. Oleh kehendak Tuhan, oleh pelayanan rahmat-Nya dan hubungan kebapaan dengan kepribadian-kepribadian alam semesta.   3:2.13 (48.5) 2. By the will of God, by his mercy ministry and fatherly relationship with the personalities of the universe.
3:2.14 (48.6) 3. Oleh hukum Tuhan, oleh perbuatan benar dan keadilan dari Trinitas Firdaus yang kekal.   3:2.14 (48.6) 3. By the law of God, by the righteousness and justice of the eternal Paradise Trinity.
3:2.15 (48.7) Tuhan itu tidak terbatas dalam kuasa, ilahi dalam kodrat, final dalam kehendak, tanpa batas dalam sifat-sifat, kekal dalam hikmat, dan mutlak dalam realitas. Namun semua karakteristik Bapa Semesta ini disatukan dalam Deitas dan secara semesta dinyatakan dalam Trinitas Firdaus dan dalam para Putra ilahi dari Trinitas. Selain itu, di luar Firdaus dan alam semesta sentral Havona, segala sesuatu mengenai Tuhan dibatasi oleh kehadiran Yang Mahatinggi yang berevolusi, dipengaruhi oleh kehadiran yang Yang Mahaakhir yang sedang menjadi ada sebagai akibat, dan dikoordinasikan oleh tiga Absolut yang tetap ada—Absolut Deitas, Semesta, dan Nirkualifikasi. Dan kehadiran Tuhan itu dibatasi seperti itu karena itulah kehendak Tuhan.   3:2.15 (48.7) God is unlimited in power, divine in nature, final in will, infinite in attributes, eternal in wisdom, and absolute in reality. But all these characteristics of the Universal Father are unified in Deity and universally expressed in the Paradise Trinity and in the divine Sons of the Trinity. Otherwise, outside of Paradise and the central universe of Havona, everything pertaining to God is limited by the evolutionary presence of the Supreme, conditioned by the eventuating presence of the Ultimate, and co-ordinated by the three existential Absolutes—Deity, Universal, and Unqualified. And God’s presence is thus limited because such is the will of God.
3. Pengetahuan Menyeluruh Tuhan ^top   3. God’s Universal Knowledge ^top
3:3.1 (48.8) “Allah mengetahui segala sesuatu.” Batin ilahi itu sadar akan, dan paham dengan, pikiran dari semua ciptaan. Pengetahuan-Nya akan peristiwa-peristiwa itu menyeluruh dan sempurna. Entitas-entitas ilahi yang keluar dari Dia adalah bagian dari Dia; Dia yang “melayangkan awan” adalah juga “sempurna dalam pengetahuan.” “ Mata Tuhan ada di segala tempat.” Kata guru agungmu tentang burung pipit yang kecil, “Seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu,” dan juga, “Rambut di kepalamupun terhitung semuanya.” “Ia menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya.”   3:3.1 (48.8) “God knows all things.” The divine mind is conscious of, and conversant with, the thought of all creation. His knowledge of events is universal and perfect. The divine entities going out from him are a part of him; he who “balances the clouds” is also “perfect in knowledge.” “The eyes of the Lord are in every place.” Said your great teacher of the insignificant sparrow, “One of them shall not fall to the ground without my Father’s knowledge,” and also, “The very hairs of your head are numbered.” “He tells the number of the stars; he calls them all by their names.”
3:3.2 (49.1) Bapa Semesta adalah satu-satunya kepribadian di seluruh alam semesta yang memang benar-benar mengetahui jumlah bintang-bintang dan planet-planet di ruang angkasa. Semua dunia-dunia di setiap alam semesta itu senantiasa di dalam kesadaran Tuhan. Dia juga berkata: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku, Aku telah mendengar seruan mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka.” Karena “Tuhan memandang dari sorga; Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi.” Setiap anak makhluk bisa benar-benar berkata: “Karena Ia tahu jalan hidupku, dan seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri; Engkau mengerti pikiranku dari jauh dan segala jalanku Kaumaklumi.” “Segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” Dan seharusnya adalah penghiburan sesungguhnya pada setiap manusia mengetahui bahwa “Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.” Yesus, berbicara tentang Tuhan yang hidup, berkata, “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”   3:3.2 (49.1) The Universal Father is the only personality in all the universe who does actually know the number of the stars and planets of space. All the worlds of every universe are constantly within the consciousness of God. He also says: “I have surely seen the affliction of my people, I have heard their cry, and I know their sorrows.” For “the Lord looks from heaven; he beholds all the sons of men; from the place of his habitation he looks upon all the inhabitants of the earth.” Every creature child may truly say: “He knows the way I take, and when he has tried me, I shall come forth as gold.” “God knows our downsittings and our uprisings; he understands our thoughts afar off and is acquainted with all our ways.” “All things are naked and open to the eyes of him with whom we have to do.” And it should be a real comfort to every human being to understand that “he knows your frame; he remembers that you are dust.” Jesus, speaking of the living God, said, “Your Father knows what you have need of even before you ask him.”
3:3.3 (49.2) Tuhan memiliki kuasa yang tak terbatas untuk mengetahui segala sesuatu; kesadaran-Nya itu semesta. Jejaring sirkuit pribadi-Nya mencakup semua kepribadian, dan pengetahuan-Nya terhadap makhluk-makhluk yang rendah itu ditambah secara tidak langsung melalui rangkaian menurun para Putra ilahi dan secara langsung melalui Pelaras Pikiran yang berdiam. Dan lebih lanjut lagi, Roh Tanpa Batas itu sepanjang waktu hadir di mana-mana.   3:3.3 (49.2) God is possessed of unlimited power to know all things; his consciousness is universal. His personal circuit encompasses all personalities, and his knowledge of even the lowly creatures is supplemented indirectly through the descending series of divine Sons and directly through the indwelling Thought Adjusters. And furthermore, the Infinite Spirit is all the time everywhere present.
3:3.4 (49.3) Kami tidak sepenuhnya yakin pasti apakah benar atau tidak Tuhan memilih untuk mengetahui sebelumnya peristiwa-peristiwa dosa. Tapi meskipun jika Tuhan mengetahui sebelumnya perbuatan-perbuatan kehendak-bebas dari anak-anak-Nya, pengetahuan di muka demikian tidak sedikitpun mencabut kebebasan mereka. Satu hal yang pasti: Tuhan tidak pernah mendapat kejutan.   3:3.4 (49.3) We are not wholly certain as to whether or not God chooses to foreknow events of sin. But even if God should foreknow the freewill acts of his children, such foreknowledge does not in the least abrogate their freedom. One thing is certain: God is never subjected to surprise.
3:3.5 (49.4) Kemahakuasaan tidak berarti kuasa untuk melakukan apa yang tidak dapat dilakukan, perbuatan yang tidak ilahi. Tidak pula kemahatahuan berarti mengetahui apa yang tidak dapat diketahui. Namun pernyataan-pernyataan demikian sulit untuk dapat dibuat agar dipahami terhadap pikiran terbatas. Makhluk hampir tidak dapat mengerti jangkauan dan batasan-batasan dari kehendak Sang Pencipta.   3:3.5 (49.4) Omnipotence does not imply the power to do the nondoable, the ungodlike act. Neither does omniscience imply the knowing of the unknowable. But such statements can hardly be made comprehensible to the finite mind. The creature can hardly understand the range and limitations of the will of the Creator.
4. Ketak-terbatasan Tuhan ^top   4. God’s Limitlessness ^top
3:4.1 (49.5) Penganugerahan berturut-turut diri-Nya ke atas alam-alam semesta sementara alam-alam itu dibentuk itu sama sekali tidak mengurangi potensi kuasa atau kumpulan hikmat karena hal-hal itu terus tinggal dan tersimpan dalam kepribadian pusat Deitas. Dalam potensi kekuatan, hikmat, dan kasih, Bapa tidak pernah berkurang apa pun milik-Nya atau menjadi terlepas dari suatu sifat kepribadian-Nya yang mulia sebagai akibat dari penganugerahan berlimpah diri-Nya sendiri ke atas para Putra Firdaus, ke atas ciptaan-ciptaan bawahan-Nya, dan ke atas banyak makhluk yang berasal dari mereka.   3:4.1 (49.5) The successive bestowal of himself upon the universes as they are brought into being in no wise lessens the potential of power or the store of wisdom as they continue to reside and repose in the central personality of Deity. In potential of force, wisdom, and love, the Father has never lessened aught of his possession nor become divested of any attribute of his glorious personality as the result of the unstinted bestowal of himself upon the Paradise Sons, upon his subordinate creations, and upon the manifold creatures thereof.
3:4.2 (49.6) Penciptaan setiap alam semesta baru mengharuskan penyesuaian gravitasi yang baru; namun bahkan jika penciptaan akan terus berlanjut tanpa batas waktu, secara kekal, bahkan sampai ke ketanpa-batasan, sedemikian sehingga pada akhirnya penciptaan material akan ada tanpa batasan-batasan, tetap saja kuasa pengendalian dan koordinasi yang tersimpan dalam Pulau Firdaus itu akan dijumpai sama dengan, dan memadai untuk, penguasaan, pengendalian, dan pengkoordinasian alam semesta yang tanpa batas tersebut. Dan setelah penganugerahan kekuatan dan daya tak terbatas ke atas suatu alam semesta yang tak terhingga tersebut, Yang Tanpa Batas akan masih dimuati oleh tingkat kekuatan dan energi yang sama; Absolut Nirkualifikasi akan masih tidak berkurang; Tuhan akan masih memiliki potensi tanpa batas yang sama, sama seperti jika kekuatan, energi, dan daya itu tidak pernah dicurahkan untuk memberi kemampuan alam semesta demi alam semesta.   3:4.2 (49.6) The creation of every new universe calls for a new adjustment of gravity; but even if creation should continue indefinitely, eternally, even to infinity, so that eventually the material creation would exist without limitations, still the power of control and co-ordination reposing in the Isle of Paradise would be found equal to, and adequate for, the mastery, control, and co-ordination of such an infinite universe. And subsequent to this bestowal of limitless force and power upon a boundless universe, the Infinite would still be surcharged with the same degree of force and energy; the Unqualified Absolute would still be undiminished; God would still possess the same infinite potential, just as if force, energy, and power had never been poured forth for the endowment of universe upon universe.
3:4.3 (50.1) Dan demikian pula dengan hikmat: Fakta bahwa batin itu demikian bebasnya dibagikan kepada berpikirnya alam-alam itu sama sekali tidak memiskinkan sumber pusat untuk hikmat ilahi itu. Sementara alam-alam semesta itu berlipat ganda, dan makhluk-makhluk di alam itu bertambah jumlahnya sampai batas-batas pemahaman, jika batin masih dianugerahkan terus tanpa akhir ke atas makhluk-makhluk tinggi dan rendah ini, maka masih juga kepribadian pusat Tuhan itu akan tetap mencakup batin yang kekal, tanpa batas, dan mahabijaksana yang sama.   3:4.3 (50.1) And so with wisdom: The fact that mind is so freely distributed to the thinking of the realms in no wise impoverishes the central source of divine wisdom. As the universes multiply, and beings of the realms increase in number to the limits of comprehension, if mind continues without end to be bestowed upon these beings of high and low estate, still will God’s central personality continue to embrace the same eternal, infinite, and all-wise mind.
3:4.4 (50.2) Fakta bahwa Dia mengirimkan utusan-utusan roh dari diri-Nya sendiri untuk mendiami lelaki dan perempuan di duniamu dan dunia-dunia yang lain itu sama sekali tidak mengurangi kemampuan-Nya untuk berfungsi sebagai kepribadian roh yang ilahi dan mahakuasa; dan secara mutlak tidak ada batasan untuk taraf atau jumlah Monitor-monitor roh tersebut yang Dia dapat dan mungkin kirimkan. Pemberian diri-Nya pada para makhluk-Nya ini menciptakan suatu kemungkinan masa depan yang tanpa hingga, hampir tak terbayangkan untuk keberadaan progresif dan suksesif manusia-manusia yang dikaruniai kemampuan ilahi ini. Pendistribusian berlimpah diri-Nya sendiri sebagai sosok-sosok roh yang melayani ini sama sekali tidak mengurangi hikmat dan kesempurnaan kebenaran dan pengetahuan yang tersimpan dalam diri pribadi Bapa yang mahabijaksana, maha-mengetahui, dan mahakuasa itu.   3:4.4 (50.2) The fact that he sends forth spirit messengers from himself to indwell the men and women of your world and other worlds in no wise lessens his ability to function as a divine and all-powerful spirit personality; and there is absolutely no limit to the extent or number of such spirit Monitors which he can and may send out. This giving of himself to his creatures creates a boundless, almost inconceivable future possibility of progressive and successive existences for these divinely endowed mortals. And this prodigal distribution of himself as these ministering spirit entities in no manner diminishes the wisdom and perfection of truth and knowledge which repose in the person of the all-wise, all-knowing, and all-powerful Father.
3:4.5 (50.3) Bagi para manusia fana dari alam waktu ada masa depan, tetapi Tuhan mendiami kekekalan atau “bersemayam untuk selamanya.” Bahkan meskipun aku berangkat dari dekat tempat kediaman Deitas itu sendiri, aku tidak berani untuk berbicara dengan kesempurnaan pengetahuan mengenai tanpa-batasnya banyak sifat-sifat ilahi itu. Ketanpa-batasan batin saja yang dapat sepenuhnya memahami ketanpa-batasan keberadaan dan kekekalan tindakan.   3:4.5 (50.3) To the mortals of time there is a future, but God inhabits eternity. Even though I hail from near the very abiding place of Deity, I cannot presume to speak with perfection of understanding concerning the infinity of many of the divine attributes. Infinity of mind alone can fully comprehend infinity of existence and eternity of action.
3:4.6 (50.4) Manusia fana tidak mungkin dapat mengetahui keadaan tanpa batas-Nya Bapa surgawi itu. Batin terbatas tidak dapat berpikir menembus kebenaran atau fakta yang mutlak seperti itu. Namun manusia terbatas yang sama ini dapat sesungguhnya merasakan—secara harfiah mengalami—dampak penuh dan tak berkurang dari KASIH-Nya Bapa yang tanpa batas tersebut. Kasih seperti itu dapat benar-benar dialami, meskipun sementara kualitas pengalaman itu tak terbatas, kuantitas pengalaman tersebut amat dibatasi oleh kapasitas manusiawi untuk penerimaan rohani dan oleh kapasitas yang berkaitan untuk mengasihi Bapa sebagai balasannya.   3:4.6 (50.4) Mortal man cannot possibly know the infinitude of the heavenly Father. Finite mind cannot think through such an absolute truth or fact. But this same finite human being can actually feel—literally experience—the full and undiminished impact of such an infinite Father’s LOVE. Such a love can be truly experienced, albeit while quality of experience is unlimited, quantity of such an experience is strictly limited by the human capacity for spiritual receptivity and by the associated capacity to love the Father in return.
3:4.7 (50.5) Apresiasi terbatas terhadap kualitas-kualitas tanpa batas itu jauh melampaui kapasitas-kapasitas makhluk yang secara logis terbatas itu karena adanya fakta bahwa manusia fana dibuat sesuai gambar dan rupa Tuhan—yaitu ada hidup di dalam dia suatu pecahan dari ketanpa-batasan. Oleh sebab itu pendekatan yang paling dekat dan paling dihargai dari manusia kepada Tuhan adalah oleh dan melalui kasih, karena Tuhan itu kasih. Dan semua hubungan unik tersebut adalah suatu pengalaman aktual dalam sosiologi kosmis, hubungan Pencipta-ciptaan—kasih sayang Bapa-anak.   3:4.7 (50.5) Finite appreciation of infinite qualities far transcends the logically limited capacities of the creature because of the fact that mortal man is made in the image of God—there lives within him a fragment of infinity. Therefore man’s nearest and dearest approach to God is by and through love, for God is love. And all of such a unique relationship is an actual experience in cosmic sociology, the Creator-creature relationship—the Father-child affection.
5. Kekuasaan Mahatinggi Bapa ^top   5. The Father’s Supreme Rule ^top
3:5.1 (50.6) Dalam kontak-Nya dengan ciptaan-ciptaan pasca-Havona, Bapa Semesta tidak menjalankan kuasa tanpa batas dan otoritas final-Nya dengan melalui penyampaian langsung melainkan melalui para Putra-Nya dan kepribadian-kepribadian bawahan mereka. Tuhan melakukan semua ini dari kehendak bebas-Nya sendiri. Setiap dan semua kuasa yang dilimpahkan, bila kesempatan muncul, jika hal itu menjadi pilihan dari batin ilahi, maka kuasa itu dapat digunakan langsung; namun sebagai suatu aturan, tindakan demikian hanya terjadi sebagai suatu akibat dari kegagalan kepribadian yang dilimpahi untuk memenuhi tugas ilahi itu. Pada waktu-waktu demikian dan menghadapi kegagalan seperti itu dan di dalam batas-batas reservasi kuasa dan potensi ilahi, Bapa memang bertindak secara mandiri dan sesuai dengan mandat-mandat dari pilihan-Nya sendiri; dan pilihan itu selalu pilihan kesempurnaan yang tidak pernah gagal dan hikmat yang tanpa batas.   3:5.1 (50.6) In his contact with the post-Havona creations, the Universal Father does not exercise his infinite power and final authority by direct transmittal but rather through his Sons and their subordinate personalities. And God does all this of his own free will. Any and all powers delegated, if occasion should arise, if it should become the choice of the divine mind, could be exercised direct; but, as a rule, such action only takes place as a result of the failure of the delegated personality to fulfill the divine trust. At such times and in the face of such default and within the limits of the reservation of divine power and potential, the Father does act independently and in accordance with the mandates of his own choice; and that choice is always one of unfailing perfection and infinite wisdom.
3:5.2 (51.1) Bapa memerintah melalui para Putra-Nya; turun melalui organisasi alam semesta ada rantai bersambung tak terputus penguasa-penguasa yang berakhir pada Pangeran-pangeran Planet, yang memimpin takdir-takdir dunia-dunia evolusioner di wilayah-Nya Bapa yang mahaluas itu. Bukanlah semata-mata ekspresi puitis seruan itu: “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” “Dia memecat raja dan mengangkat raja.” “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia.”   3:5.2 (51.1) The Father rules through his Sons; on down through the universe organization there is an unbroken chain of rulers ending with the Planetary Princes, who direct the destinies of the evolutionary spheres of the Father’s vast domains. It is no mere poetic expression that exclaims: “The earth is the Lord’s and the fullness thereof.” “He removes kings and sets up kings.” “The Most Highs rule in the kingdoms of men.”
3:5.3 (51.2) Dalam urusan-urusan hati manusia, Bapa Semesta mungkin tidak selalu berhasil jalan-Nya; tetapi dalam kepemimpinan dan takdir suatu planet rencana ilahi itulah yang menang; maksud kekal dari hikmat dan kasih itu berjaya.   3:5.3 (51.2) In the affairs of men’s hearts the Universal Father may not always have his way; but in the conduct and destiny of a planet the divine plan prevails; the eternal purpose of wisdom and love triumphs.
3:5.4 (51.3) Kata Yesus: “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.” Ketika kamu melihat sekilas berbagai ragam pekerjaan dan menyaksikan kedahsyatan besarnya ciptaan Tuhan yang nyaris tak terbatas itu, kamu mungkin bimbang akan konsepmu tentang keutamaan-Nya, tetapi kamu tidak boleh gagal menerima Dia sebagai yang bertahta dengan kokoh dan kekal di Firdaus pusat dari segala sesuatu dan sebagai Bapa yang pemurah bagi semua makhluk cerdas. Hanya ada “satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua,” “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia..”   3:5.4 (51.3) Said Jesus: “My Father, who gave them to me, is greater than all; and no one is able to pluck them out of my Father’s hand.” As you glimpse the manifold workings and view the staggering immensity of God’s well-nigh limitless creation, you may falter in your concept of his primacy, but you should not fail to accept him as securely and everlastingly enthroned at the Paradise center of all things and as the beneficent Father of all intelligent beings. There is but “one God and Father of all, who is above all and in all,” “and he is before all things, and in him all things consist.”
3:5.5 (51.4) Ketidak-pastian kehidupan dan perubahan-perubahan keberadaan itu sama sekali tidak bertentangan dengan konsep tentang kedaulatan semesta Tuhan. Semua kehidupan makhluk yang berevolusi itu dikelilingi oleh hal-hal tertentu yang tak terhindarkan. Pertimbangkan berikut ini:   3:5.5 (51.4) The uncertainties of life and the vicissitudes of existence do not in any manner contradict the concept of the universal sovereignty of God. All evolutionary creature life is beset by certain inevitabilities. Consider the following:
3:5.6 (51.5) 1. Apakah keteguhan hati—kekuatan karakter— itu diinginkan? Maka haruslah manusia dibesarkan dalam suatu lingkungan yang mengharuskan pergulatan dengan kesukaran dan memberi reaksi pada kekecewaan-kekecewaan.   3:5.6 (51.5) 1. Is courage—strength of character—desirable? Then must man be reared in an environment which necessitates grappling with hardships and reacting to disappointments.
3:5.7 (51.6) 2. Apakah altruisme—pelayanan pada sesama orang itu—itu diinginkan? Maka haruslah pengalaman kehidupan menyediakan dijumpainya situasi-situasi ketimpangan sosial.   3:5.7 (51.6) 2. Is altruism—service of one’s fellows—desirable? Then must life experience provide for encountering situations of social inequality.
3:5.8 (51.7) 3. Apakah pengharapan—kebesaran untuk percaya—itu diinginkan? Maka keberadaan manusia haruslah selalu diperhadapkan dengan ketidak-amanan dan ketidak-pastian yang berulang-ulang.   3:5.8 (51.7) 3. Is hope—the grandeur of trust—desirable? Then human existence must constantly be confronted with insecurities and recurrent uncertainties.
3:5.9 (51.8) 4. Apakah iman—penegasan tertinggi dari pikiran manusia—itu diinginkan? Maka haruslah batin manusia mendapati dirinya dalam keadaan sulit bermasalah itu dimana selalu yang diketahui lebih sedikit dari yang dapat dipercayai.   3:5.9 (51.8) 4. Is faith—the supreme assertion of human thought—desirable? Then must the mind of man find itself in that troublesome predicament where it ever knows less than it can believe.
3:5.10 (51.9) 5. Apakah cinta akan kebenaran dan kesediaan untuk pergi ke manapun arah yang ditunjukkannya, itu diinginkan? Maka haruslah manusia dibesarkan dalam sebuah dunia di mana kekeliruan itu hadir dan kepalsuan itu selalu mungkin.   3:5.10 (51.9) 5. Is the love of truth and the willingness to go wherever it leads, desirable? Then must man grow up in a world where error is present and falsehood always possible.
3:5.11 (51.10) 6. Apakah idealisme—konsep mendekati yang ilahi—itu diinginkan? Maka haruslah manusia berjuang dalam suatu lingkungan kebaikan dan keindahan yang relatif, lingkungan-lingkungan yang merangsang kerinduan yang tak tertahankan untuk hal-hal yang lebih baik.   3:5.11 (51.10) 6. Is idealism—the approaching concept of the divine—desirable? Then must man struggle in an environment of relative goodness and beauty, surroundings stimulative of the irrepressible reach for better things.
3:5.12 (51.11) 7. Apakah loyalitas—pengabdian pada tugas tertinggi—itu diinginkan? Maka haruslah manusia berjalan di tengah kemungkinan-kemungkinan pengkhianatan dan desersi. Keberanian untuk pengabdian pada tugas terdiri dalam bahaya kegagalan yang tersirat.   3:5.12 (51.11) 7. Is loyalty—devotion to highest duty—desirable? Then must man carry on amid the possibilities of betrayal and desertion. The valor of devotion to duty consists in the implied danger of default.
3:5.13 (51.12) 8. Apakah sifat tidak mementingkan diri—semangat untuk melupakan diri sendiri—itu diinginkan? Maka haruslah manusia fana hidup berhadapan muka dengan tuntutan tanpa henti dari suatu diri yang tak dapat dielakkan untuk mendapat penghargaan dan kehormatan. Manusia tidak dapat secara dinamis memilih kehidupan ilahi jika seandainya tidak ada kehidupan sendiri yang harus ditinggalkan. Manusia tidak pernah dapat memilih selamat berpegang pada perbuatan benar bila sebaliknya tidak ada potensi jahat yang dapat meninggikan dan membedakan dengan yang baik.   3:5.13 (51.12) 8. Is unselfishness—the spirit of self-forgetfulness—desirable? Then must mortal man live face to face with the incessant clamoring of an inescapable self for recognition and honor. Man could not dynamically choose the divine life if there were no self-life to forsake. Man could never lay saving hold on righteousness if there were no potential evil to exalt and differentiate the good by contrast.
3:5.14 (51.13) 9. Apakah kenikmatan—rasa puas kebahagiaan—itu diinginkan? Maka haruslah manusia hidup dalam suatu dunia di mana alternatif rasa sakit dan kemungkinan penderitaan adalah kemungkinan-kemungkinan pengalaman yang selalu ada.   3:5.14 (51.13) 9. Is pleasure—the satisfaction of happiness—desirable? Then must man live in a world where the alternative of pain and the likelihood of suffering are ever-present experiential possibilities.
3:5.15 (52.1) Di seluruh alam semesta, setiap unit dianggap sebagai suatu bagian dari keseluruhan. Kelangsungan hidup bagian itu bergantung pada kerjasama dengan rencana dan tujuan keseluruhan, hasrat sepenuh hati dan kesediaan sempurna untuk melakukan kehendak ilahi Bapa. Dunia yang hanya evolusioner tanpa kesalahan (kemungkinan untuk keputusan tidak bijaksana) akan menjadi suatu dunia tanpa kecerdasan bebas. Dalam alam semesta Havona ada satu milyar dunia-dunia sempurna dengan penduduknya yang sempurna, tetapi manusia yang berevolusi itu haruslah bisa berbuat salah bila dia hendak menjadi bebas. Kecerdasan yang bebas dan tidak berpengalaman tidaklah mungkin pertamanya menjadi bijak secara seragam. Kemungkinan penilaian keliru (jahat) menjadi dosa hanya kalau kehendak manusia dengan sadar menyetujui dan dengan paham menganut suatu keputusan tidak bermoral yang disengaja.   3:5.15 (52.1) Throughout the universe, every unit is regarded as a part of the whole. Survival of the part is dependent on co-operation with the plan and purpose of the whole, the wholehearted desire and perfect willingness to do the Father’s divine will. The only evolutionary world without error (the possibility of unwise judgment) would be a world without free intelligence. In the Havona universe there are a billion perfect worlds with their perfect inhabitants, but evolving man must be fallible if he is to be free. Free and inexperienced intelligence cannot possibly at first be uniformly wise. The possibility of mistaken judgment (evil) becomes sin only when the human will consciously endorses and knowingly embraces a deliberate immoral judgment.
3:5.16 (52.2) Penghargaan penuh akan kebenaran, keindahan, dan kebaikan itu melekat dalam kesempurnaan alam semesta ilahi. Penduduk dunia-dunia Havona tidak memerlukan potensi dari tingkat-tingkat nilai yang relatif itu sebagai suatu stimulus pilihan; makhluk-makhluk sempurna tersebut dapat mengenali dan memilih yang baik walaupun tanpa adanya semua situasi moral yang bertentangan dan memeras pikiran itu. Tetapi semua makhluk yang sempurna tersebut, dalam sifat moral dan status rohani, adalah seperti adanya mereka berkat fakta keberadaan. Mereka secara pengalaman telah memperoleh kemajuan hanya di dalam status yang melekat menjadi sifat mereka. Manusia fana meraih statusnya pun sebagai seorang kandidat kenaikan oleh iman dan pengharapannya sendiri. Segala sesuatu yang ilahi yang dipahami pikiran manusia dan diraih jiwa manusia adalah suatu pencapaian pengalaman; itulah suatu realitas pengalaman pribadi dan oleh sebab itu adalah suatu milik yang unik, berlawanan dibandingkan dengan kebaikan dan kebenaran melekat dari kepribadian-kepribadian yang tak bisa salah di Havona itu.   3:5.16 (52.2) The full appreciation of truth, beauty, and goodness is inherent in the perfection of the divine universe. The inhabitants of the Havona worlds do not require the potential of relative value levels as a choice stimulus; such perfect beings are able to identify and choose the good in the absence of all contrastive and thought-compelling moral situations. But all such perfect beings are, in moral nature and spiritual status, what they are by virtue of the fact of existence. They have experientially earned advancement only within their inherent status. Mortal man earns even his status as an ascension candidate by his own faith and hope. Everything divine which the human mind grasps and the human soul acquires is an experiential attainment; it is a reality of personal experience and is therefore a unique possession in contrast to the inherent goodness and righteousness of the inerrant personalities of Havona.
3:5.17 (52.3) Para makhluk Havona itu secara alami memang berani, tetapi mereka bukan pemberani dalam pengertian manusiawi. Mereka secara lahiriah ramah dan baik budi, tetapi tidak bisa disebut altruistik (mementingkan orang lain) dalam caranya manusia. Mereka mengharap suatu masa depan yang menyenangkan, tetapi tidak penuh harap seperti cara indahnya manusia yang percaya di dunia-dunia evolusioner yang tidak pasti itu. Mereka memiliki iman akan stabilitas alam semesta, tetapi mereka sama sekali asing terhadap iman yang menyelamatkan itu yang olehnya manusia memanjat naik dari status hewani menuju gerbang-gerbang Firdaus. Mereka mengasihi kebenaran, tetapi mereka tidak tahu apa-apa tentang kualitas-kualitasnya yang menyelamatkan jiwa. Mereka idealis, tetapi mereka dilahirkan seperti itu; mereka sepenuhnya tidak tahu suka cita untuk menjadi seperti itu melalui pilihan yang menggembirakan. Mereka setia, tetapi mereka tidak pernah mengalami getaran pengabdian sepenuh hati dan cerdas kepada tugas di hadapan cobaan untuk jatuh. Mereka tidak mementingkan diri, tetapi mereka tidak pernah mencapai tingkat pengalaman demikian melalui penundukan hebat atas suatu diri yang suka melawan. Mereka menikmati kenikmatan, tetapi mereka tidak memahami manisnya kenikmatan lolos dari kemungkinan rasa sakit.   3:5.17 (52.3) The creatures of Havona are naturally brave, but they are not courageous in the human sense. They are innately kind and considerate, but hardly altruistic in the human way. They are expectant of a pleasant future, but not hopeful in the exquisite manner of the trusting mortal of the uncertain evolutionary spheres. They have faith in the stability of the universe, but they are utter strangers to that saving faith whereby mortal man climbs from the status of an animal up to the portals of Paradise. They love the truth, but they know nothing of its soul-saving qualities. They are idealists, but they were born that way; they are wholly ignorant of the ecstasy of becoming such by exhilarating choice. They are loyal, but they have never experienced the thrill of wholehearted and intelligent devotion to duty in the face of temptation to default. They are unselfish, but they never gained such levels of experience by the magnificent conquest of a belligerent self. They enjoy pleasure, but they do not comprehend the sweetness of the pleasure escape from the pain potential.
6. Keutamaan Bapa ^top   6. The Father’s Primacy ^top
3:6.1 (52.4) Dengan sifat tidak mementingkan diri yang ilahi, kemurahan hati yang sempurna, Bapa Semesta melepaskan kewenangan dan melimpahkan kuasa, tetapi Dia masih yang utama; tangan-Nya masih ada pada tuas pengungkit perkasa terhadap kejadian-kejadian di seluruh alam semesta; Dia telah mencadangkan semua keputusan akhir dan dengan tanpa keliru menggunakan tongkat veto mahakuasa untuk maksud kekalnya dengan otoritas yang tanpa tanding atas kesejahteraan dan takdir seluruh ciptaan yang terbentang luas, berpusar, dan selalu-beredar itu.   3:6.1 (52.4) With divine selflessness, consummate generosity, the Universal Father relinquishes authority and delegates power, but he is still primal; his hand is on the mighty lever of the circumstances of the universal realms; he has reserved all final decisions and unerringly wields the all-powerful veto scepter of his eternal purpose with unchallengeable authority over the welfare and destiny of the outstretched, whirling, and ever-circling creation.
3:6.2 (52.5) Kedaulatan Tuhan itu tak terbatas; hal itu adalah fakta fundamental semua ciptaan. Alam semesta itu bukan keniscayaan. Alam semesta bukan suatu kebetulan, bukan pula itu ada dengan sendirinya. Alam semesta adalah karya penciptaan dan oleh sebab itu sepenuhnya tunduk pada kehendak Sang Pencipta. Kehendak Tuhan adalah kebenaran yang ilahi, kasih yang hidup; oleh sebab itu ciptaan-ciptaan yang sedang menjadi sempurna di alam-alam semesta evolusioner itu dicirikan oleh kebaikan—dekatnya pada keilahian; oleh kejahatan potensial—jauhnya dari keilahian.   3:6.2 (52.5) The sovereignty of God is unlimited; it is the fundamental fact of all creation. The universe was not inevitable. The universe is not an accident, neither is it self-existent. The universe is a work of creation and is therefore wholly subject to the will of the Creator. The will of God is divine truth, living love; therefore are the perfecting creations of the evolutionary universes characterized by goodness—nearness to divinity; by potential evil—remoteness from divinity.
3:6.3 (53.1) Semua filosofi keagamaan, cepat atau lambat, akan sampai pada konsep pemerintahan alam semesta yang dipersatukan, dari Tuhan yang Esa. Penyebab alam semesta itu tidaklah dapat lebih rendah dari akibat-akibat alam semesta. Sumber dari aliran-aliran kehidupan alam semesta dan batin kosmis itu haruslah di atas level-level manifestasinya. Batin manusia tidak dapat secara konsisten dijelaskan dalam ukuran-ukuran dari golongan keberadaan yang lebih rendah. Batin manusia dapat benar-benar dipahami hanya dengan mengenali adanya realitas golongan-golongan kehendak yang berpikir dan bermaksud, yang lebih tinggi. Manusia sebagai makhluk moral tak dapat dimengerti kecuali realitas Bapa Semesta diakui.   3:6.3 (53.1) All religious philosophy, sooner or later, arrives at the concept of unified universe rule, of one God. Universe causes cannot be lower than universe effects. The source of the streams of universe life and of the cosmic mind must be above the levels of their manifestation. The human mind cannot be consistently explained in terms of the lower orders of existence. Man’s mind can be truly comprehended only by recognizing the reality of higher orders of thought and purposive will. Man as a moral being is inexplicable unless the reality of the Universal Father is acknowledged.
3:6.4 (53.2) Filsuf beraliran mekanis menolak ide tentang adanya kehendak yang semesta dan berdaulat, padahal kehendak berdaulat itu sendiri yang kegiatannya dalam penyusunan hukum-hukum alam semesta itu ia hormati demikian dalamnya. Betapa tak sengaja para pengikut mekanis itu memberikan penghargaan pada Sang Pencipta-hukum itu ketika ia membayangkan bahwa hukum-hukum itu bertindak sendiri dan menjelaskan sendiri!   3:6.4 (53.2) The mechanistic philosopher professes to reject the idea of a universal and sovereign will, the very sovereign will whose activity in the elaboration of universe laws he so deeply reverences. What unintended homage the mechanist pays the law-Creator when he conceives such laws to be self-acting and self-explanatory!
3:6.5 (53.3) Merupakan suatu kesalahan besar untuk memanusiakan Tuhan, kecuali dalam konsep tentang Pelaras Pikiran yang mendiami, tetapi itupun tidak terlalu bodoh dibandingkan dengan sepenuhnya memekanisir gagasan tentang Sumber dan Pusat Besar Pertama.   3:6.5 (53.3) It is a great blunder to humanize God, except in the concept of the indwelling Thought Adjuster, but even that is not so stupid as completely to mechanize the idea of the First Great Source and Center.
3:6.6 (53.4) Apakah Bapa Firdaus menderita? Aku tidak tahu. Para Putra Pencipta paling pastinya dapat dan kadang-kadang mengalaminya, sama seperti manusia mengalaminya. Putra Kekal dan Roh Tanpa Batas menderita dalam suatu pengertian yang diubah. Aku berpikir bahwa Bapa Semesta menderita, tetapi aku tidak dapat mengerti bagaimana; mungkin melalui sirkuit kepribadian atau melalui individualitas para Pelaras Pikiran dan anugerah-anugerah lain dari kodrat kekal-Nya. Dia telah berfirman pada umat manusia, “Kesengsaraan mereka menjadi kesengsaraan-Nya.” Dia pastilah mengalami suatu pemahaman kebapaan dan simpatik; Dia mungkin benar-benar menderita, namun aku tidak memahami seperti apa hal tersebut.   3:6.6 (53.4) Does the Paradise Father suffer? I do not know. The Creator Sons most certainly can and sometimes do, even as do mortals. The Eternal Son and the Infinite Spirit suffer in a modified sense. I think the Universal Father does, but I cannot understand how; perhaps through the personality circuit or through the individuality of the Thought Adjusters and other bestowals of his eternal nature. He has said of the mortal races, “In all your afflictions I am afflicted.” He unquestionably experiences a fatherly and sympathetic understanding; he may truly suffer, but I do not comprehend the nature thereof.
3:6.7 (53.5) Penguasa tanpa batas dan kekal alam semesta segala alam-alam semesta itu adalah realitas kuasa, wujud, energi, proses, pola, prinsip, kehadiran, dan realitas yang diidealkan. Tetapi Dia lebih lagi; Dia berpribadi; Dia menggunakan suatu kehendak yang berdaulat, mengalami kesadaran diri keilahian, melaksanakan amanat-amanat dari suatu batin yang kreatif, mengejar kepuasan akan realisasi suatu maksud kekal, dan memanifestasikan suatu kasih dan sayang Bapa untuk anak-anak alam semesta-Nya. Dan semua sifat yang lebih pribadi dari Bapa ini dapat lebih baik dipahami dengan mengamati hal-hal itu ketika diwahyukan dalam kehidupan penganugerahan diri Mikhael, Putra Penciptamu, sementara dia diinkarnasikan di Urantia.   3:6.7 (53.5) The infinite and eternal Ruler of the universe of universes is power, form, energy, process, pattern, principle, presence, and idealized reality. But he is more; he is personal; he exercises a sovereign will, experiences self-consciousness of divinity, executes the mandates of a creative mind, pursues the satisfaction of the realization of an eternal purpose, and manifests a Father’s love and affection for his universe children. And all these more personal traits of the Father can be better understood by observing them as they were revealed in the bestowal life of Michael, your Creator Son, while he was incarnated on Urantia.
3:6.8 (53.6) Tuhan Sang Bapa mengasihi manusia; Tuhan Sang Putra melayani manusia; Tuhan Sang Roh mengilhami anak-anak alam semesta itu kepada petualangan yang terus naik untuk menemukan Tuhan Sang Bapa melalui jalan-jalan yang ditahbiskan oleh Tuhan Sang Putra melalui pelayanan kasih karunia dari Tuhan Sang Roh.   3:6.8 (53.6) God the Father loves men; God the Son serves men; God the Spirit inspires the children of the universe to the ever-ascending adventure of finding God the Father by the ways ordained by God the Sons through the ministry of the grace of God the Spirit.
3:6.9 (53.7) [Sebagai Konselor Ilahi yang ditunjuk untuk presentasi pewahyuan tentang Bapa Semesta, aku telah melanjutkannya dengan pernyataan tentang atribut atau sifat-sifat Deitas ini.]   3:6.9 (53.7) [Being the Divine Counselor assigned to the presentation of the revelation of the Universal Father, I have continued with this statement of the attributes of Deity.]