Makalah 79   Paper 79
Perluasan Bangsa Andit di Timur   Andite Expansion in the Orient
79:0.1 (878.1) ASIA adalah tanah asal umat manusia. Di semenanjung selatan benua inilah Andon dan Fonta dilahirkan; di dataran tinggi Afghanistan yang sekarang, keturunan mereka orang Badonan mendirikan sebuah pusat kebudayaan primitif yang bertahan selama lebih dari setengah juta tahun. Di sinilah, di fokus timur ras manusia inilah orang-orang Sangik dibedakan dari stok Andonik, dan Asia adalah rumah pertama mereka, tempat berburu pertama mereka, medan tempur pertama mereka. Asia barat daya menyaksikan peradaban berturut-turut orang Dalamatia, Nodit, Adamit, dan Andit, dan dari wilayah-wilayah inilah potensi-potensi untuk peradaban modern menyebar ke dunia.   79:0.1 (878.1) ASIA is the homeland of the human race. It was on a southern peninsula of this continent that Andon and Fonta were born; in the highlands of what is now Afghanistan, their descendant Badonan founded a primitive center of culture that persisted for over one-half million years. Here at this eastern focus of the human race the Sangik peoples differentiated from the Andonic stock, and Asia was their first home, their first hunting ground, their first battlefield. Southwestern Asia witnessed the successive civilizations of Dalamatians, Nodites, Adamites, and Andites, and from these regions the potentials of modern civilization spread to the world.
1. Orang-orang Andit Turkestan ^top   1. The Andites of Turkestan ^top
79:1.1 (878.2) Selama lebih dari dua puluh lima ribu tahun, hingga hampir tahun 2000 S.M., jantung Eurasia dikuasai, meskipun terus berkurang, oleh orang-orang Andit. Di dataran-dataran rendah Turkestan orang Andit berbelok ke arah barat memutari danau pedalaman ke Eropa, sedangkan dari dataran-dataran tinggi daerah ini mereka menyusup ke arah timur. Turkestan Timur (Sinkiang) dan, pada taraf lebih rendah, Tibet adalah gerbang masuk kuno melalui mana orang-orang Mesopotamia ini menembus pegunungan ke tanah orang-orang kuning yang di utara. Penyusupan orang Andit ke India berangkat dari dataran tinggi Turkestan masuk ke Punjab dan dari tanah-tanah penggembalaan Iran melalui Baluchistan. Migrasi-migrasi yang lebih awal ini bukan dalam pengertian penaklukan; migrasi itu lebih tepatnya adalah pergeseran terus-menerus suku-suku Andit ke India barat dan Cina.   79:1.1 (878.2) For over twenty-five thousand years, on down to nearly 2000 b.c., the heart of Eurasia was predominantly, though diminishingly, Andite. In the lowlands of Turkestan the Andites made the westward turning around the inland lakes into Europe, while from the highlands of this region they infiltrated eastward. Eastern Turkestan (Sinkiang) and, to a lesser extent, Tibet were the ancient gateways through which these peoples of Mesopotamia penetrated the mountains to the northern lands of the yellow men. The Andite infiltration of India proceeded from the Turkestan highlands into the Punjab and from the Iranian grazing lands through Baluchistan. These earlier migrations were in no sense conquests; they were, rather, the continual drifting of the Andite tribes into western India and China.
79:1.2 (878.3) Selama hampir lima belas ribu tahun pusat kebudayaan Andit campuran bertahan di cekungan Sungai Tarim di Sinkiang dan ke selatannya di daerah-daerah dataran tinggi Tibet, dimana orang Andit dan Andonit telah secara luas berbaur. Lembah Tarim adalah pos paling timur dari budaya Andit yang sebenarnya. Di sini mereka membangun pemukiman mereka dan masuk ke dalam hubungan perdagangan dengan orang Cina progresif di timur dan dengan orang Andonit di utara. Pada hari-hari itu wilayah Tarim adalah tanah yang subur; curah hujan berlimpah. Di sebelah timurnya Gobi adalah padang rumput terbuka dimana para penggembala secara bertahap beralih ke pertanian. Peradaban ini musnah ketika angin hujan bergeser ke arah tenggara, namun pada masanya tempat itu menyaingi Mesopotamia itu sendiri.   79:1.2 (878.3) For almost fifteen thousand years centers of mixed Andite culture persisted in the basin of the Tarim River in Sinkiang and to the south in the highland regions of Tibet, where the Andites and Andonites had extensively mingled. The Tarim valley was the easternmost outpost of the true Andite culture. Here they built their settlements and entered into trade relations with the progressive Chinese to the east and with the Andonites to the north. In those days the Tarim region was a fertile land; the rainfall was plentiful. To the east the Gobi was an open grassland where the herders were gradually turning to agriculture. This civilization perished when the rain winds shifted to the southeast, but in its day it rivaled Mesopotamia itself.
79:1.3 (878.4) Tahun 8000 S.M. meningkatnya kekeringan secara perlahan di daerah dataran tinggi Asia Tengah mulai mendesak bangsa Andit ke dasar-dasar sungai dan tepian-tepian laut. Meningkatnya kekeringan ini tidak hanya mendorong mereka ke lembah-lembah sungai Nil, Efrat, Indus, dan Kuning, namun hal itu menghasilkan perkembangan baru dalam peradaban orang Andit. Suatu kelas orang baru, para pedagang, mulai muncul dalam jumlah besar.   79:1.3 (878.4) By 8000 b.c. the slowly increasing aridity of the highland regions of central Asia began to drive the Andites to the river bottoms and the seashores. This increasing drought not only drove them to the valleys of the Nile, Euphrates, Indus, and Yellow rivers, but it produced a new development in Andite civilization. A new class of men, the traders, began to appear in large numbers.
79:1.4 (879.1) Ketika kondisi iklim membuat berburu tidak menguntungkan untuk bangsa Andit yang bermigrasi itu, mereka tidak mengikuti arah evolusioner dari ras-ras yang lebih tua dengan menjadi penggembala. Perniagaan dan kehidupan perkotaan mulai muncul. Dari Mesir melalui Mesopotamia dan Turkestan ke sungai-sungai Cina dan India, suku-suku yang lebih berbudaya tinggi mulai berkumpul di kota-kota mengkhususkan diri untuk manufaktur dan perdagangan. Adonia menjadi metropolis komersial Asia Tengah, karena berlokasi dekat kota sekarang Ashkhabad. Perniagaan batu, logam, kayu, dan tembikar meningkat baik melalui darat maupun air.   79:1.4 (879.1) When climatic conditions made hunting unprofitable for the migrating Andites, they did not follow the evolutionary course of the older races by becoming herders. Commerce and urban life made their appearance. From Egypt through Mesopotamia and Turkestan to the rivers of China and India, the more highly civilized tribes began to assemble in cities devoted to manufacture and trade. Adonia became the central Asian commercial metropolis, being located near the present city of Ashkhabad. Commerce in stone, metal, wood, and pottery was accelerated on both land and water.
79:1.5 (879.2) Namun terus meningkatnya kekeringan secara bertahap menyebabkan eksodus Andit besar-besaran dari tanah selatan dan timur Laut Kaspia. Gelombang migrasi mulai beralih dari ke arah utara ke arah selatan, dan orang-orang berkuda Babilonia mulai mendesak ke Mesopotamia.   79:1.5 (879.2) But ever-increasing drought gradually brought about the great Andite exodus from the lands south and east of the Caspian Sea. The tide of migration began to veer from northward to southward, and the Babylonian cavalrymen began to push into Mesopotamia.
79:1.6 (879.3) Meningkatnya kegersangan di Asia Tengah lebih lanjut bekerja mengurangi populasi dan membuat orang-orang ini kurang suka berperang; dan ketika curah hujan yang berkurang di utara memaksa Andonit yang nomaden itu ke arah selatan, terjadilah eksodus besar orang Andit dari Turkestan. Ini adalah gerakan penghabisan dari yang disebut bangsa Arya ke Kanaan dan India. Eksodus ini memuncaki penyebaran keturunan Adam campuran yang sudah berlangsung lama itu, dan selama itu setiap bangsa-bangsa Asia dan sebagian besar suku pulau Pasifik sampai taraf tertentu diperbaiki oleh ras-ras yang unggul ini.   79:1.6 (879.3) Increasing aridity in central Asia further operated to reduce population and to render these people less warlike; and when the diminishing rainfall to the north forced the nomadic Andonites southward, there was a tremendous exodus of Andites from Turkestan. This is the terminal movement of the so-called Aryans into the Levant and India. It culminated that long dispersal of the mixed descendants of Adam during which every Asiatic and most of the island peoples of the Pacific were to some extent improved by these superior races.
79:1.7 (879.4) Jadi, sementara mereka tersebar di seluruh belahan bumi Timur, orang Andit terusir dari kampung halaman mereka di Mesopotamia dan Turkestan, karena gerakan Andonit skala besar ke selatan inilah yang menipiskan bangsa Andit di Asia Tengah hingga hampir ke titik lenyap.   79:1.7 (879.4) Thus, while they dispersed over the Eastern Hemisphere, the Andites were dispossessed of their homelands in Mesopotamia and Turkestan, for it was this extensive southward movement of Andonites that diluted the Andites in central Asia nearly to the vanishing point.
79:1.8 (879.5) Namun demikian bahkan di abad kedua puluh Masehi masih ada jejak-jejak darah Andit di antara orang Turanian dan Tibet, seperti yang disaksikan oleh jenis pirang yang kadang-kadang ditemukan di kawasan-kawasan ini. Sejarah orang Cina awal mencatat kehadiran orang nomaden berambut merah di sebelah utara pemukiman damai Sungai Kuning, dan masih tersisa lukisan-lukisan yang dengan baik merekam kehadiran kedua tipe rambut Andit-pirang maupun tipe Mongolia rambut coklat di cekungan Tarim dari masa dahulu kala itu.   79:1.8 (879.5) But even in the twentieth century after Christ there are traces of Andite blood among the Turanian and Tibetan peoples, as is witnessed by the blond types occasionally found in these regions. The early Chinese annals record the presence of the red-haired nomads to the north of the peaceful settlements of the Yellow River, and there still remain paintings which faithfully record the presence of both the blond-Andite and the brunet-Mongolian types in the Tarim basin of long ago.
79:1.9 (879.6) Manifestasi akbar terakhir dari kehebatan militer orang Andit Asia Tengah adalah di tahun 1200 M., ketika orang Mongol di bawah Jenghis Khan mulai penaklukan porsi lebih besar benua Asia. Dan seperti orang Andit kuno, para prajurit ini menyatakan adanya “satu Tuhan di langit.” Terpecahnya secara dini kekaisaran mereka lama menunda pergaulan budaya antara Barat dan Timur dan sangat menghambat pertumbuhan konsep monoteistik di Asia.   79:1.9 (879.6) The last great manifestation of the submerged military genius of the central Asiatic Andites was in a.d. 1200, when the Mongols under Genghis Khan began the conquest of the greater portion of the Asiatic continent. And like the Andites of old, these warriors proclaimed the existence of “one God in heaven.” The early breakup of their empire long delayed cultural intercourse between Occident and Orient and greatly handicapped the growth of the monotheistic concept in Asia.
2. Penaklukan bangsa Andit atas India ^top   2. The Andite Conquest of India ^top
79:2.1 (879.7) India adalah satu-satunya wilayah lokal di mana semua ras Urantia bercampur, dan invasi Andit menambahkan stok yang terakhir. Di dataran-dataran tinggi barat laut India ras Sangik dilahirkan, dan tanpa terkecuali masing-masing anggotanya menembus masuk subkontinen India pada hari-hari awal mereka, menghasilkan campuran ras yang paling heterogen yang pernah ada di Urantia. India kuno bertindak sebagai baskom tangkapan untuk ras-ras yang bermigrasi. Dasar semenanjung itu dulunya agak lebih sempit dari sekarang, sebagian besar delta-delta Sungai Gangga dan Indus terbentuk lima puluh ribu tahun terakhir.   79:2.1 (879.7) India is the only locality where all the Urantia races were blended, the Andite invasion adding the last stock. In the highlands northwest of India the Sangik races came into existence, and without exception members of each penetrated the subcontinent of India in their early days, leaving behind them the most heterogeneous race mixture ever to exist on Urantia. Ancient India acted as a catch basin for the migrating races. The base of the peninsula was formerly somewhat narrower than now, much of the deltas of the Ganges and Indus being the work of the last fifty thousand years.
79:2.2 (879.8) Pembauran ras paling awal di India adalah campuran dari ras merah dan kuning yang bermigrasi itu dengan orang-orang Andonit pribumi. Kelompok ini kemudian diperlemah oleh penyerapan porsi lebih besar dari orang kulit hijau timur yang punah serta oleh sejumlah besar dari ras oranye, sedikit ditingkatkan melalui campuran yang terbatas dengan manusia biru, tetapi sangat menurun melalui asimilasi dengan sejumlah besar ras nila. Tetapi yang disebut pribumi atau aborijin India itu bukan mewakili bangsa-bangsa awal ini; aborijin India adalah lebih merupakan orang-orang yang paling inferior di pinggiran selatan dan timur, yang belum pernah sepenuhnya diserap baik oleh bangsa Andit awal ataupun oleh bangsa Arya sepupu mereka yang kemudian muncul.   79:2.2 (879.8) The earliest race mixtures in India were a blending of the migrating red and yellow races with the aboriginal Andonites. This group was later weakened by absorbing the greater portion of the extinct eastern green peoples as well as large numbers of the orange race, was slightly improved through limited admixture with the blue man, but suffered exceedingly through assimilation of large numbers of the indigo race. But the so-called aborigines of India are hardly representative of these early people; they are rather the most inferior southern and eastern fringe, which was never fully absorbed by either the early Andites or their later appearing Aryan cousins.
79:2.3 (880.1) Tahun 20.000 S.M. penduduk India barat sudah diwarnai dengan darah Adamik, dan belum pernah dalam sejarah Urantia ada salah satu bangsa yang menggabungkan begitu banyak ras yang berbeda. Namun disayangkan bahwa galur Sangik sekunder adalah yang menonjol, dan hal itu adalah benar-benar petaka karena baik orang biru dan orang merah sebagian besar hilang dari pot pencampuran rasial pada masa dahulu ini; lebih banyak dari galur Sangik utama akan memberikan kontribusi besar ke arah peningkatan yang mungkin akan menjadi peradaban yang lebih besar lagi. Sebagaimana yang berkembang, orang merah menghancurkan diri mereka di Amerika, orang biru bersenang-senang di Eropa, dan keturunan awal Adam (dan sebagian besar yang kemudian) sedikit berminat untuk bercampur dengan bangsa berkulit lebih gelap, baik di India, Afrika, atau di tempat-tempat lain.   79:2.3 (880.1) By 20,000 b.c. the population of western India had already become tinged with the Adamic blood, and never in the history of Urantia did any one people combine so many different races. But it was unfortunate that the secondary Sangik strains predominated, and it was a real calamity that both the blue and the red man were so largely missing from this racial melting pot of long ago; more of the primary Sangik strains would have contributed very much toward the enhancement of what might have been an even greater civilization. As it developed, the red man was destroying himself in the Americas, the blue man was disporting himself in Europe, and the early descendants of Adam (and most of the later ones) exhibited little desire to admix with the darker colored peoples, whether in India, Africa, or elsewhere.
79:2.4 (880.2) Sekitar 15.000 S.M. meningkatnya tekanan penduduk di seluruh Turkestan dan Iran menyebabkan gerakan Andit pertama yang benar-benar luas menuju India. Selama lebih dari lima belas abad orang-orang unggul ini mengalir masuk melalui dataran tinggi Balukhistan, menyebar ke seluruh lembah sungai Indus dan Gangga dan perlahan-lahan bergerak ke selatan ke wilayah Dekkan. Tekanan Andit dari barat laut ini mengusir banyak suku selatan dan timur yang lebih inferior ke Burma dan Cina selatan, tetapi tidak dalam jumlah cukup untuk menyelamatkan para penyerbunya itu sendiri dari kemusnahan rasial.   79:2.4 (880.2) About 15,000 b.c. increasing population pressure throughout Turkestan and Iran occasioned the first really extensive Andite movement toward India. For over fifteen centuries these superior peoples poured in through the highlands of Baluchistan, spreading out over the valleys of the Indus and Ganges and slowly moving southward into the Deccan. This Andite pressure from the northwest drove many of the southern and eastern inferiors into Burma and southern China but not sufficiently to save the invaders from racial obliteration.
79:2.5 (880.3) Kegagalan India untuk mencapai hegemoni Eurasia sebagian besar karena masalah topografi; tekanan penduduk dari utara hanya membuat berdesakan mayoritas rakyat ke arah selatan ke wilayah Dekkan yang semakin sempit, yang dikelilingi di semua sisinya oleh laut. Seandainya ada daratan yang berdekatan untuk pindah, maka tentulah mereka yang lebih rendah itu sudah didesak ke segala arah, dan stok-stok unggulan itu akan mampu mencapai peradaban yang lebih tinggi.   79:2.5 (880.3) The failure of India to achieve the hegemony of Eurasia was largely a matter of topography; population pressure from the north only crowded the majority of the people southward into the decreasing territory of the Deccan, surrounded on all sides by the sea. Had there been adjacent lands for emigration, then would the inferiors have been crowded out in all directions, and the superior stocks would have achieved a higher civilization.
79:2.6 (880.4) Seperti yang terjadi, para penakluk Andit yang lebih awal ini membuat upaya putus asa untuk melestarikan identitas mereka dan membendung gelombang pelandaan rasial dengan membuat pembatasan kaku mengenai perkawinan campur. Sekalipun demikian, bangsa Andit telah terbenam pada tahun 10.000 S.M., tetapi seluruh massa rakyat telah diperbaiki secara menyolok oleh penyerapan ini.   79:2.6 (880.4) As it was, these earlier Andite conquerors made a desperate attempt to preserve their identity and stem the tide of racial engulfment by the establishment of rigid restrictions regarding intermarriage. Nonetheless, the Andites had become submerged by 10,000 b.c., but the whole mass of the people had been markedly improved by this absorption.
79:2.7 (880.5) Pencampuran ras itu selalu menguntungkan karena hal itu mendukung keserbabisaan budaya dan membentuk peradaban yang progresif, tetapi jika unsur-unsur inferior dari stok rasial itu yang mendominasi, maka prestasi tersebut akan berumur pendek. Suatu budaya yang bhinneka dapat dipertahankan hanya jika ras yang superior memperbanyak diri mereka dalam marjin yang aman terhadap ras yang inferior. Pelipatgandaan tak terkendali dari yang inferior, bersama dengan penurunan reproduksi dari yang superior, selalu menjadi bunuh diri untuk peradaban budaya.   79:2.7 (880.5) Race mixture is always advantageous in that it favors versatility of culture and makes for a progressive civilization, but if the inferior elements of racial stocks predominate, such achievements will be short-lived. A polyglot culture can be preserved only if the superior stocks reproduce themselves in a safe margin over the inferior. Unrestrained multiplication of inferiors, with decreasing reproduction of superiors, is unfailingly suicidal of cultural civilization.
79:2.8 (880.6) Seandainya para penakluk Andit berjumlah tiga kali lipat dari mereka saat itu, atau seandainya mereka mengusir atau memusnahkan paling tidak sepertiga penduduk yang paling tidak diinginkan dari campuran oranye-hijau-nila itu, maka India akan menjadi salah satu pusat peradaban budaya terkemuka di dunia dan pasti akan menarik lebih banyak dari gelombang belakangan orang-orang Mesopotamia yang mengalir ke Turkestan dan dari situ ke arah utara ke Eropa.   79:2.8 (880.6) Had the Andite conquerors been in numbers three times what they were, or had they driven out or destroyed the least desirable third of the mixed orange-green-indigo inhabitants, then would India have become one of the world’s leading centers of cultural civilization and undoubtedly would have attracted more of the later waves of Mesopotamians that flowed into Turkestan and thence northward to Europe.
3. Dravida India ^top   3. Dravidian India ^top
79:3.1 (881.1) Pembauran orang-orang Andit penakluk India dengan stok pribumi akhirnya menghasilkan bangsa campuran yang disebut Dravida (Dravidian). Bangsa Dravida yang lebih awal dan lebih murni memiliki kapasitas yang besar untuk pencapaian budaya, yang terus melemah ketika pewarisan Andit mereka semakin menipis. Dan hal inilah yang menghancurkan tunas peradaban India hampir dua belas ribu tahun yang lalu. Tetapi suntikan sejumlah kecil darah Adam inipun menghasilkan percepatan menyolok dalam perkembangan sosial. Stok gabungan ini dengan segera menghasilkan peradaban yang paling serbabisa saat itu di bumi.   79:3.1 (881.1) The blending of the Andite conquerors of India with the native stock eventually resulted in that mixed people which has been called Dravidian. The earlier and purer Dravidians possessed a great capacity for cultural achievement, which was continuously weakened as their Andite inheritance became progressively attenuated. And this is what doomed the budding civilization of India almost twelve thousand years ago. But the infusion of even this small amount of the blood of Adam produced a marked acceleration in social development. This composite stock immediately produced the most versatile civilization then on earth.
79:3.2 (881.2) Tidak lama setelah menaklukkan India, bangsa Andit Dravida kehilangan kontak ras dan budaya mereka dengan Mesopotamia, tetapi pembukaan jalur-jalur laut dan rute-rute kafilah kemudian membentuk kembali koneksi-koneksi ini; dan tidak pernah lagi dalam sepuluh ribu tahun terakhir India sepenuhnya kehilangan kontak dengan Mesopotamia di barat dan Cina di timur, meskipun hambatan pegunungan sangat memihak pergaulan ke arah barat.   79:3.2 (881.2) Not long after conquering India, the Dravidian Andites lost their racial and cultural contact with Mesopotamia, but the later opening up of the sea lanes and the caravan routes re-established these connections; and at no time within the last ten thousand years has India ever been entirely out of touch with Mesopotamia on the west and China to the east, although the mountain barriers greatly favored western intercourse.
79:3.3 (881.3) Budaya unggul dan sandaran agama dari orang-orang India berasal dari zaman-zaman awal dominasi Dravida, dan disebabkan sebagian, oleh kenyataan bahwa begitu banyak imam Set yang memasuki India, baik dalam serbuan awal bangsa Andit maupun bangsa Arya yang kemudian. Benang monoteisme yang membentang melalui sejarah keagamaan India dengan demikian berasal dari ajaran-ajaran Adamit di taman kedua.   79:3.3 (881.3) The superior culture and religious leanings of the peoples of India date from the early times of Dravidian domination and are due, in part, to the fact that so many of the Sethite priesthood entered India, both in the earlier Andite and in the later Aryan invasions. The thread of monotheism running through the religious history of India thus stems from the teachings of the Adamites in the second garden.
79:3.4 (881.4) Dari awal sejak 16.000 S.M., serombongan seratus imam Set memasuki India dan sangat segera mencapai penaklukan keagamaan terhadap paruh bagian barat bangsa yang bhinneka ini. Tetapi agama mereka tidak bertahan. Dalam waktu lima ribu tahun doktrin mereka tentang Trinitas Firdaus telah merosot menjadi simbol tritunggal (rangkap tiga) dari dewa api.   79:3.4 (881.4) As early as 16,000 b.c. a company of one hundred Sethite priests entered India and very nearly achieved the religious conquest of the western half of that polyglot people. But their religion did not persist. Within five thousand years their doctrines of the Paradise Trinity had degenerated into the triune symbol of the fire god.
79:3.5 (881.5) Namun demikian selama lebih dari tujuh ribu tahun, sampai akhir migrasi Andit, status keagamaan penduduk India berada jauh di atas status dunia pada umumnya. Selama masa-masa ini India tampaknya seperti akan menghasilkan peradaban budaya, agama, filsafat, dan komersial yang terkemuka di dunia. Seandainya bukan karena penenggelaman tuntas bangsa Andit oleh bangsa-bangsa dari selatan itu, takdir ini mungkin telah terwujud.   79:3.5 (881.5) But for more than seven thousand years, down to the end of the Andite migrations, the religious status of the inhabitants of India was far above that of the world at large. During these times India bid fair to produce the leading cultural, religious, philosophic, and commercial civilization of the world. And but for the complete submergence of the Andites by the peoples of the south, this destiny would probably have been realized.
79:3.6 (881.6) Pusat-pusat budaya Dravida terletak di lembah-lembah sungai, terutama sungai Indus dan Gangga, dan di Dekkan sepanjang tiga sungai besar yang mengalir melalui Ghats Timur ke laut. Pemukiman-pemukiman di sepanjang pesisir Ghats Barat memperoleh keunggulan mereka berkat hubungan maritim dengan Sumeria.   79:3.6 (881.6) The Dravidian centers of culture were located in the river valleys, principally of the Indus and Ganges, and in the Deccan along the three great rivers flowing through the Eastern Ghats to the sea. The settlements along the seacoast of the Western Ghats owed their prominence to maritime relationships with Sumeria.
79:3.7 (881.7) Bangsa Dravida berada di antara bangsa-bangsa paling awal yang membangun kota-kota dan terlibat dalam bisnis ekspor dan impor yang luas, baik melalui darat maupun laut. Tahun 7000 S.M. kafilah kereta unta membuat perjalanan-perjalanan teratur ke Mesopotamia jauh; pelayaran Dravida menyusuri sepanjang pantai melintasi Laut Arab ke kota-kota Sumeria di Teluk Persia dan bertualang di perairan Teluk Bengal sejauh sampai Hindia Timur. Suatu abjad, bersama-sama dengan seni tulis menulis, diimpor dari Sumeria oleh para pelaut dan pedagang ini.   79:3.7 (881.7) The Dravidians were among the earliest peoples to build cities and to engage in an extensive export and import business, both by land and sea. By 7000 b.c. camel trains were making regular trips to distant Mesopotamia; Dravidian shipping was pushing coastwise across the Arabian Sea to the Sumerian cities of the Persian Gulf and was venturing on the waters of the Bay of Bengal as far as the East Indies. An alphabet, together with the art of writing, was imported from Sumeria by these seafarers and merchants.
79:3.8 (881.8) Hubungan komersial ini sangat menyumbang pada diversifikasi lebih lanjut budaya kosmopolitan, menghasilkan kemunculan segera banyak perbaikan dan bahkan kemewahan hidup perkotaan. Ketika bangsa Arya yang muncul kemudian memasuki India, mereka tidak mengenali bangsa Dravida sebagai sepupu Andit mereka yang tenggelam dalam ras-ras Sangik, tetapi mereka memang menemukan peradaban yang maju dengan baik. Meskipun ada keterbatasan biologis, orang Dravida mendirikan sebuah peradaban yang unggul. Peradaban itu juga menyebar ke seluruh India dan telah bertahan hingga zaman modern di Dekkan.   79:3.8 (881.8) These commercial relationships greatly contributed to the further diversification of a cosmopolitan culture, resulting in the early appearance of many of the refinements and even luxuries of urban life. When the later appearing Aryans entered India, they did not recognize in the Dravidians their Andite cousins submerged in the Sangik races, but they did find a well-advanced civilization. Despite biologic limitations, the Dravidians founded a superior civilization. It was well diffused throughout all India and has survived on down to modern times in the Deccan.
4. Invasi Bangsa Arya ke India ^top   4. The Aryan Invasion of India ^top
79:4.1 (882.1) Penetrasi kedua Andit ke India adalah invasi bangsa Arya selama periode hampir lima ratus tahun di pertengahan milenium ketiga sebelum Kristus. Migrasi ini menandai eksodus penghabisan orang Andit dari tanah air mereka di Turkestan.   79:4.1 (882.1) The second Andite penetration of India was the Aryan invasion during a period of almost five hundred years in the middle of the third millennium before Christ. This migration marked the terminal exodus of the Andites from their homelands in Turkestan.
79:4.2 (882.2) Pusat-pusat Arya yang awal tersebar di paruh utara India, terutama di barat laut. Para penyerbu ini tidak pernah menyelesaikan penaklukan atas bangsa India dan kemudian mereka menemui kemusnahan mereka karena kelalaian ini sebab jumlah mereka yang lebih sedikit membuat mereka rentan terhadap penyerapan oleh orang-orang Dravida di selatan, yang kemudian menduduki seluruh semenanjung kecuali provinsi-provinsi Himalaya.   79:4.2 (882.2) The early Aryan centers were scattered over the northern half of India, notably in the northwest. These invaders never completed the conquest of the country and subsequently met their undoing in this neglect since their lesser numbers made them vulnerable to absorption by the Dravidians of the south, who subsequently overran the entire peninsula except the Himalayan provinces.
79:4.3 (882.3) Bangsa Arya membuat jejak ras yang sangat sedikit di India, kecuali di provinsi-provinsi utara. Di Dekkan pengaruh mereka lebih bersifat budaya dan keagamaan daripada bersifat rasial. Apa yang disebut darah Arya di India utara itu lebih bertahan bukan hanya karena kehadiran mereka di kawasan-kawasan ini dalam jumlah yang lebih besar tetapi juga karena mereka diperkuat oleh para penakluk, pedagang, dan misionaris yang kemudian. Hingga abad pertama sebelum Masehi terjadi penyusupan terus menerus darah Arya ke Punjab, arus masuk yang terakhir menyertai serbuan militer orang-orang Yunani.   79:4.3 (882.3) The Aryans made very little racial impression on India except in the northern provinces. In the Deccan their influence was cultural and religious more than racial. The greater persistence of the so-called Aryan blood in northern India is not only due to their presence in these regions in greater numbers but also because they were reinforced by later conquerors, traders, and missionaries. Right on down to the first century before Christ there was a continuous infiltration of Aryan blood into the Punjab, the last influx being attendant upon the campaigns of the Hellenistic peoples.
79:4.4 (882.4) Di dataran Gangga, bangsa Arya dan Dravida akhirnya berbaur menghasilkan budaya yang tinggi, dan pusat ini kemudian diperkuat oleh sumbangan-sumbangan dari timur laut, yang datang dari Cina.   79:4.4 (882.4) On the Gangetic plain Aryan and Dravidian eventually mingled to produce a high culture, and this center was later reinforced by contributions from the northeast, coming from China.
79:4.5 (882.5) Di India banyak jenis organisasi sosial berkembang dari waktu ke waktu, dari sistem semidemokratis dari bangsa Arya sampai ke bentuk pemerintahan diktator dan monarki. Namun fitur masyarakat yang paling khas adalah bertahannya kasta sosial besar yang dibentuk oleh bangsa Arya dalam upaya untuk melestarikan identitas ras. Sistem kasta yang rumit ini telah dilestarikan sampai pada saat ini.   79:4.5 (882.5) In India many types of social organizations flourished from time to time, from the semidemocratic systems of the Aryans to despotic and monarchial forms of government. But the most characteristic feature of society was the persistence of the great social castes that were instituted by the Aryans in an effort to perpetuate racial identity. This elaborate caste system has been preserved on down to the present time.
79:4.6 (882.6) Dari empat kasta besar, semuanya kecuali yang pertama dibentuk dalam upaya sia-sia untuk mencegah percampuran rasial antara penakluk Arya dengan jajahan mereka yang inferior. Namun kasta yang terpenting, pendeta-guru, berasal dari keturunan para imam Set; para Brahmana di abad kedua puluh Masehi adalah keturunan budaya langsung para imam dari taman kedua, meskipun ajaran mereka sangat berbeda dari para pendahulu mereka yang ternama itu.   79:4.6 (882.6) Of the four great castes, all but the first were established in the futile effort to prevent racial amalgamation of the Aryan conquerors with their inferior subjects. But the premier caste, the teacher-priests, stems from the Sethites; the Brahmans of the twentieth century after Christ are the lineal cultural descendants of the priests of the second garden, albeit their teachings differ greatly from those of their illustrious predecessors.
79:4.7 (882.7) Ketika orang-orang Arya memasuki India, mereka membawa konsep Ketuhanan mereka yang telah dilestarikan dalam tradisi-tradisi yang masih bertahan dari agama di taman kedua. Tetapi para pendeta Brahmana ini tidak pernah mampu menahan momentum pagan yang terbangun oleh kontak mendadak dengan agama-agama rendahan orang Dekkan setelah lenyapnya bangsa Arya. Dengan demikian sebagian besar penduduk jatuh ke dalam belenggu takhyul agama-agama rendahan yang memperbudak itu; dan demikianlah India gagal menghasilkan peradaban tinggi yang telah diisyaratkan dalam masa-masa sebelumnya.   79:4.7 (882.7) When the Aryans entered India, they brought with them their concepts of Deity as they had been preserved in the lingering traditions of the religion of the second garden. But the Brahman priests were never able to withstand the pagan momentum built up by the sudden contact with the inferior religions of the Deccan after the racial obliteration of the Aryans. Thus the vast majority of the population fell into the bondage of the enslaving superstitions of inferior religions; and so it was that India failed to produce the high civilization which had been foreshadowed in earlier times.
79:4.8 (882.8) Kebangkitan rohani di abad keenam sebelum Masehi tidak bertahan di India, telah padam bahkan sebelum serbuan pengikut Muhammad. Tetapi suatu hari nanti ada Gautama yang lebih besar mungkin bangkit untuk memimpin seluruh India dalam pencarian akan Tuhan yang hidup, dan kemudian dunia akan melihat buah-buah dari potensi-potensi budaya sebuah bangsa serba bisa yang mengalami koma begitu lama di bawah pengaruh melumpuhkan dari pandangan rohani yang tidak maju.   79:4.8 (882.8) The spiritual awakening of the sixth century before Christ did not persist in India, having died out even before the Mohammedan invasion. But someday a greater Gautama may arise to lead all India in the search for the living God, and then the world will observe the fruition of the cultural potentialities of a versatile people so long comatose under the benumbing influence of an unprogressing spiritual vision.
79:4.9 (883.1) Kebudayaan memang bertumpu di atas pondasi biologis, tetapi kasta saja tidak bisa melestarikan budaya Arya, karena agama, agama yang benar, adalah sumber energi lebih tinggi yang harus ada yang mendorong manusia untuk mendirikan sebuah peradaban unggul yang didasarkan pada persaudaraan manusia.   79:4.9 (883.1) Culture does rest on a biologic foundation, but caste alone could not perpetuate the Aryan culture, for religion, true religion, is the indispensable source of that higher energy which drives men to establish a superior civilization based on human brotherhood.
5. Bangsa Merah dan Bangsa Kuning ^top   5. Red Man and Yellow Man ^top
79:5.1 (883.2) Sementara kisah India adalah tentang penaklukan oleh bangsa Andit dan akhir terbenamnya mereka dalam bangsa-bangsa evolusioner yang lebih tua, cerita tentang Asia Timur adalah lebih tepatnya mengenai ras Sangik primer, terutama ras merah dan ras kuning. Kedua ras ini sebagian besar lolos dari pencampuran dengan galur Neandertal rendahan yang amat menurunkan derajat ras biru di Eropa, sehingga melestarikan potensi unggul dari jenis Sangik primer.   79:5.1 (883.2) While the story of India is that of Andite conquest and eventual submergence in the older evolutionary peoples, the narrative of eastern Asia is more properly that of the primary Sangiks, particularly the red man and the yellow man. These two races largely escaped that admixture with the debased Neanderthal strain which so greatly retarded the blue man in Europe, thus preserving the superior potential of the primary Sangik type.
79:5.2 (883.3) Meskipun orang-orang Neandertal awal itu tersebar di seluruh bentang Eurasia, sayap timur lebih tercemar oleh galur hewan rendahan. Jenis-jenis submanusia ini terdesak ke selatan oleh lapisan es ke lima, lapisan es yang sama itu begitu lama memblokir migrasi Sangik ke Asia Timur. Dan ketika orang merah bergerak ke timur laut seputar dataran tinggi India, mereka menemukan timur laut Asia bebas dari jenis submanusia ini. Organisasi kesukuan ras merah dibentuk lebih awal daripada yang ada di setiap ras lain, dan mereka adalah yang pertama bermigrasi dari fokus orang Sangik di Asia bagian tengah. Galur-galur Neandertal rendah dimusnahkan atau diusir keluar dari daratan benua oleh suku-suku kuning yang bermigrasi kemudian. Tetapi orang merah telah bertahta di Asia bagian timur selama hampir seratus ribu tahun sebelum suku-suku kuning tiba.   79:5.2 (883.3) While the early Neanderthalers were spread out over the entire breadth of Eurasia, the eastern wing was the more contaminated with debased animal strains. These subhuman types were pushed south by the fifth glacier, the same ice sheet which so long blocked Sangik migration into eastern Asia. And when the red man moved northeast around the highlands of India, he found northeastern Asia free from these subhuman types. The tribal organization of the red races was formed earlier than that of any other peoples, and they were the first to migrate from the central Asian focus of the Sangiks. The inferior Neanderthal strains were destroyed or driven off the mainland by the later migrating yellow tribes. But the red man had reigned supreme in eastern Asia for almost one hundred thousand years before the yellow tribes arrived.
79:5.3 (883.4) Lebih dari tiga ratus ribu tahun yang lalu badan utama dari ras kuning masuk ke Cina dari selatan sebagai migran sepanjang pantai. Setiap milenium mereka menembus makin lama makin jauh lagi ke pedalaman, tetapi mereka tidak berjumpa dengan saudara-saudara mereka yang bermigrasi ke Tibet sampai masa relatif baru-baru ini.   79:5.3 (883.4) More than three hundred thousand years ago the main body of the yellow race entered China from the south as coastwise migrants. Each millennium they penetrated farther and farther inland, but they did not make contact with their migrating Tibetan brethren until comparatively recent times.
79:5.4 (883.5) Bertumbuhnya tekanan jumlah penduduk menyebabkan ras kuning yang bergerak ke utara itu mulai mendesak memasuki medan perburuan ras merah. Perambahan ini, digabungkan dengan antagonisme rasial yang alami, memuncak dalam meningkatnya permusuhan, dan dengan demikian mulailah perjuangan krusial atas tanah-tanah subur di Asia jauh.   79:5.4 (883.5) Growing population pressure caused the northward-moving yellow race to begin to push into the hunting grounds of the red man. This encroachment, coupled with natural racial antagonism, culminated in increasing hostilities, and thus began the crucial struggle for the fertile lands of farther Asia.
79:5.5 (883.6) Kisah dari kontes berabad-abad antara ras-ras merah dan kuning ini adalah sebuah epik dari sejarah Urantia. Selama lebih dari dua ratus ribu tahun kedua ras unggul ini mengobarkan perang yang sengit dan tak henti-hentinya. Dalam perjuangan lebih awal orang merah umumnya berhasil, kelompok-kelompok penyerbu mereka menebar bencana di kalangan pemukiman-pemukiman kuning. Tetapi ras kuning adalah murid cerdas dalam seni perang, dan mereka segera menunjukkan kemampuan menonjol untuk hidup damai dengan rekan-rekan sebangsanya; orang Cina adalah yang pertama belajar bahwa dalam persatuan ada kekuatan. Suku-suku merah melanjutkan konflik antar saudara mereka, dan segera mereka mulai menderita kekalahan berulang di tangan-tangan agresif dari orang Cina yang tanpa henti, yang melanjutkan derap mereka tidak bisa dicegah ke arah utara.   79:5.5 (883.6) The story of this agelong contest between the red and yellow races is an epic of Urantia history. For over two hundred thousand years these two superior races waged bitter and unremitting warfare. In the earlier struggles the red men were generally successful, their raiding parties spreading havoc among the yellow settlements. But the yellow man was an apt pupil in the art of warfare, and he early manifested a marked ability to live peaceably with his compatriots; the Chinese were the first to learn that in union there is strength. The red tribes continued their internecine conflicts, and presently they began to suffer repeated defeats at the aggressive hands of the relentless Chinese, who continued their inexorable march northward.
79:5.6 (883.7) Seratus ribu tahun yang lalu suku-suku ras merah yang dilumatkan itu bertempur dengan punggung belakang mereka es yang sedang mundur dari glasier terakhir, dan ketika lintasan daratan ke Barat, melalui tanah genting Bering, menjadi bisa dilewati, maka suku-suku ini tidak lambat lagi untuk meninggalkan pantai-pantai benua Asia yang tidak ramah itu. Sudah 85.000 tahun berlalu sejak orang-orang merah murni yang terakhir berangkat dari Asia, namun perjuangan panjang itu meninggalkan jejak genetiknya pada ras kuning yang berjaya. Orang-orang Cina utara, bersama-sama dengan orang Andonit Siberia, menyerap banyak dari stok merah dan dalam taraf yang cukup besar mendapat manfaat dari hal itu.   79:5.6 (883.7) One hundred thousand years ago the decimated tribes of the red race were fighting with their backs to the retreating ice of the last glacier, and when the land passage to the West, over the Bering isthmus, became passable, these tribes were not slow in forsaking the inhospitable shores of the Asiatic continent. It is eighty-five thousand years since the last of the pure red men departed from Asia, but the long struggle left its genetic imprint upon the victorious yellow race. The northern Chinese peoples, together with the Andonite Siberians, assimilated much of the red stock and were in considerable measure benefited thereby.
79:5.7 (884.1) Bangsa Indian Amerika Utara tidak pernah bersentuhan dengan keturunan Andit dari Adam dan Hawa, karena telah terusir dari tanah air Asia mereka sekitar lima puluh ribu tahun sebelum kedatangan Adam. Selama zaman migrasi bangsa Andit, galur-galur merah murni menyebar ke seluruh Amerika Utara sebagai suku-suku nomaden, pemburu yang menerapkan pertanian kecil-kecilan. Ras-ras dan kelompok-kelompok budaya ini tetap hampir sepenuhnya terasing dari sisa dunia, dari kedatangan mereka di Amerika hingga ke akhir milenium pertama era Masehi, ketika mereka ditemukan oleh ras-ras kulit putih Eropa. Sampai saat itu orang Eskimo adalah yang paling dekat dengan orang kulit putih yang pernah dilihat oleh suku-suku utara ras merah.   79:5.7 (884.1) The North American Indians never came in contact with even the Andite offspring of Adam and Eve, having been dispossessed of their Asiatic homelands some fifty thousand years before the coming of Adam. During the age of Andite migrations the pure red strains were spreading out over North America as nomadic tribes, hunters who practiced agriculture to a small extent. These races and cultural groups remained almost completely isolated from the remainder of the world from their arrival in the Americas down to the end of the first millennium of the Christian era, when they were discovered by the white races of Europe. Up to that time the Eskimos were the nearest to white men the northern tribes of red men had ever seen.
79:5.8 (884.2) Ras merah dan ras kuning adalah satu-satunya stok manusia yang pernah mencapai tingkat peradaban tinggi terlepas dari pengaruh Andit. Budaya Amerindian tertua adalah pusat Onamonalonton di California, namun pusat ini sudah lama lenyap sejak 35.000 S.M. Di Meksiko, Amerika Tengah, dan di pegunungan Amerika Selatan peradaban-peradaban yang kemudian dan yang lebih langgeng didirikan oleh suatu ras yang pradominan merah tapi mengandung cukup banyak campuran tambahan dari kuning, oranye, dan biru.   79:5.8 (884.2) The red and the yellow races are the only human stocks that ever achieved a high degree of civilization apart from the influences of the Andites. The oldest Amerindian culture was the Onamonalonton center in California, but this had long since vanished by 35,000 b.c. In Mexico, Central America, and in the mountains of South America the later and more enduring civilizations were founded by a race predominantly red but containing a considerable admixture of the yellow, orange, and blue.
79:5.9 (884.3) Peradaban-peradaban ini adalah produk-produk evolusi dari orang Sangik, walaupun jejak-jejak darah Andit mencapai Peru. Kecuali orang Eskimo di Amerika Utara dan beberapa Andit Polinesia di Amerika Selatan, bangsa-bangsa belahan bumi Barat tidak bersentuhan dengan yang lain di dunia sampai akhir milenium pertama setelah Kristus. Dalam rencana Melkisedek yang asli untuk peningkatan ras-ras Urantia telah ditentukan bahwa satu juta dari keturunan garis-murni Adam akan pergi untuk memuliakan orang-orang merah Amerika.   79:5.9 (884.3) These civilizations were evolutionary products of the Sangiks, notwithstanding that traces of Andite blood reached Peru. Excepting the Eskimos in North America and a few Polynesian Andites in South America, the peoples of the Western Hemisphere had no contact with the rest of the world until the end of the first millennium after Christ. In the original Melchizedek plan for the improvement of the Urantia races it had been stipulated that one million of the pure-line descendants of Adam should go to upstep the red men of the Americas.
6. Fajar Peradaban Cina ^top   6. Dawn of Chinese Civilization ^top
79:6.1 (884.4) Beberapa waktu setelah mengusir orang merah menyeberang ke Amerika Utara, orang-orang Cina yang mengembang itu membersihkan orang Andonit dari lembah-lembah sungai Asia Timur, mendesak mereka ke utara ke Siberia dan barat ke Turkestan, di mana mereka segera berjumpa dengan budaya unggul dari orang Andit.   79:6.1 (884.4) Sometime after driving the red man across to North America, the expanding Chinese cleared the Andonites from the river valleys of eastern Asia, pushing them north into Siberia and west into Turkestan, where they were soon to come in contact with the superior culture of the Andites.
79:6.2 (884.5) Di Burma dan semenanjung Indo-Cina kebudayaan India dan Cina bercampur dan berpadu menghasilkan peradaban turun temurun di kawasan tersebut. Di sini ras hijau yang lenyap itu masih bertahan dalam proporsi yang lebih besar daripada di tempat lain di dunia.   79:6.2 (884.5) In Burma and the peninsula of Indo-China the cultures of India and China mixed and blended to produce the successive civilizations of those regions. Here the vanished green race has persisted in larger proportion than anywhere else in the world.
79:6.3 (884.6) Banyak ras yang berbeda menduduki pulau-pulau di Pasifik. Secara umum, pulau-pulau selatan yang saat itu lebih luas diduduki oleh orang-orang yang membawa persentase banyak darah hijau dan nila. Pulau-pulau bagian utara dikuasai oleh orang-orang Andonit, dan kemudian, oleh ras-ras yang mencakup proporsi besar stok kuning dan merah. Para nenek moyang bangsa Jepang belum terusir dari daratan benua sampai 12.000 S.M., ketika mereka terusir oleh suatu dorongan kuat suku-suku Cina utara sepanjang pantai ke selatan. Eksodus akhir mereka tidak terlalu banyak disebabkan tekanan populasi penduduk namun lebih karena inisiatif seorang kepala suku yang mereka anggap sebagai figur dewa.   79:6.3 (884.6) Many different races occupied the islands of the Pacific. In general, the southern and then more extensive islands were occupied by peoples carrying a heavy percentage of green and indigo blood. The northern islands were held by Andonites and, later on, by races embracing large proportions of the yellow and red stocks. The ancestors of the Japanese people were not driven off the mainland until 12,000 b.c., when they were dislodged by a powerful southern-coastwise thrust of the northern Chinese tribes. Their final exodus was not so much due to population pressure as to the initiative of a chieftain whom they came to regard as a divine personage.
79:6.4 (885.1) Seperti bangsa-bangsa India dan Kanaan (Mediterania timur), suku-suku bangsa kuning yang menang itu mendirikan pusat-pusat awal mereka di sepanjang pantai dan naik sepanjang sungai-sungai. Permukiman di pesisir bernasib buruk dalam tahun-tahun kemudian karena meningkatnya banjir dan pergeseran arah sungai-sungai membuat kota-kota di dataran rendah tidak bisa dipertahankan.   79:6.4 (885.1) Like the peoples of India and the Levant, victorious tribes of the yellow man established their earliest centers along the coast and up the rivers. The coastal settlements fared poorly in later years as the increasing floods and the shifting courses of the rivers made the lowland cities untenable.
79:6.5 (885.2) Dua puluh ribu tahun yang lalu nenek moyang orang Cina telah membangun selusin pusat budaya dan pembelajaran primitif yang kuat, terutama di sepanjang Sungai Kuning dan Yangtze. Adapun pusat-pusat ini mulai diperkuat oleh kedatangan aliran tetap orang-orang campuran unggul dari Sinkiang dan Tibet. Migrasi dari Tibet ke lembah Yangtze tidak begitu luas seperti di utara, dan pusat-pusat Tibet tidak begitu maju seperti yang di cekungan Tarim. Namun kedua gerakan itu membawa sejumlah darah Andit ke timur ke pemukiman-pemukiman sungai.   79:6.5 (885.2) Twenty thousand years ago the ancestors of the Chinese had built up a dozen strong centers of primitive culture and learning, especially along the Yellow River and the Yangtze. And now these centers began to be reinforced by the arrival of a steady stream of superior blended peoples from Sinkiang and Tibet. The migration from Tibet to the Yangtze valley was not so extensive as in the north, neither were the Tibetan centers so advanced as those of the Tarim basin. But both movements carried a certain amount of Andite blood eastward to the river settlements.
79:6.6 (885.3) Keunggulan ras kuning kuno itu adalah karena empat faktor besar:   79:6.6 (885.3) The superiority of the ancient yellow race was due to four great factors:
79:6.7 (885.4) 1. Genetik. Tidak seperti sepupu biru mereka di Eropa, baik ras merah maupun kuning sebagian besar lolos dari pencampuran dengan stok manusia rendahan. Orang Cina utara, yang sudah diperkuat oleh sejumlah kecil galur merah unggul dan Andonik, dengan segera mendapatkan keuntungan oleh arus masuk darah Andit yang cukup besar itu. Orang Cina selatan tidak bernasib begitu baik dalam hal ini, dan mereka sudah lama menderita akibat penyerapan ras hijau, sementara belakangan mereka semakin melemah lagi oleh penyusupan gerombolan bangsa rendahan yang diusir dari India oleh serbuan Andit-Dravida. Maka hari ini di Cina ada perbedaan yang jelas antara ras utara dan selatan.   79:6.7 (885.4) 1. Genetic. Unlike their blue cousins in Europe, both the red and yellow races had largely escaped mixture with debased human stocks. The northern Chinese, already strengthened by small amounts of the superior red and Andonic strains, were soon to benefit by a considerable influx of Andite blood. The southern Chinese did not fare so well in this regard, and they had long suffered from absorption of the green race, while later on they were to be further weakened by the infiltration of the swarms of inferior peoples crowded out of India by the Dravidian-Andite invasion. And today in China there is a definite difference between the northern and southern races.
79:6.8 (885.5) 2. Sosial. Ras kuning sejak awal belajar nilai perdamaian antara mereka sendiri. Kemampu-damaian internal mereka itu begitu menyumbang terhadap peningkatan populasi sehingga memastikan penyebaran peradaban mereka di kalangan jutaan penduduk. Dari 25.000 hingga 5000 S.M. peradaban massal tertinggi di Urantia adalah di tengah dan utara Cina. Orang kuning adalah yang pertama mencapai solidaritas rasial—yang pertama mencapai peradaban budaya, sosial, dan politik skala besar.   79:6.8 (885.5) 2. Social. The yellow race early learned the value of peace among themselves. Their internal peaceableness so contributed to population increase as to insure the spread of their civilization among many millions. From 25,000 to 5000 b.c. the highest mass civilization on Urantia was in central and northern China. The yellow man was first to achieve a racial solidarity—the first to attain a large-scale cultural, social, and political civilization.
79:6.9 (885.6) Orang Cina pada tahun 15.000 SM adalah militeris yang agresif; mereka belum diperlemah oleh penghormatan berlebihan terhadap masa lalu, dan berjumlah kurang dari dua belas juta, mereka membentuk badan yang kompak berbicara bahasa yang sama. Selama zaman ini mereka membangun sebuah bangsa yang sesungguhnya, jauh lebih bersatu dan homogen daripada persatuan-persatuan politik mereka pada masa-masa sejarah.   79:6.9 (885.6) The Chinese of 15,000 b.c. were aggressive militarists; they had not been weakened by an overreverence for the past, and numbering less than twelve million, they formed a compact body speaking a common language. During this age they built up a real nation, much more united and homogeneous than their political unions of historic times.
79:6.10 (885.7) 3. Rohani. Selama zaman migrasi-migrasi Andit itu orang Cina berada di antara orang-orang yang lebih rohani di bumi. Ketaatan lama pada penyembahan Satu Kebenaran yang dicanangkan oleh Singlangton membuat mereka berada di depan sebagian besar ras-ras lain. Stimulus dari agama yang progresif dan maju sering merupakan faktor penentu dalam perkembangan budaya; ketika India merana, Cina bergerak maju di bawah stimulus yang menghidupkan dari suatu agama di mana kebenaran dipuja sebagai Deitas tertinggi.   79:6.10 (885.7) 3. Spiritual. During the age of Andite migrations the Chinese were among the more spiritual peoples of earth. Long adherence to the worship of the One Truth proclaimed by Singlangton kept them ahead of most of the other races. The stimulus of a progressive and advanced religion is often a decisive factor in cultural development; as India languished, so China forged ahead under the invigorating stimulus of a religion in which truth was enshrined as the supreme Deity.
79:6.11 (885.8) Pemujaan kebenaran ini adalah hasil dari penelitian dan penyelidikan berani terhadap hukum-hukum alam dan potensi-potensi umat manusia. Bahkan orang Cina enam ribu tahun yang lalu pun masih merupakan pelajar-pelajar yang pintar dan agresif dalam mengejar kebenaran.   79:6.11 (885.8) This worship of truth was provocative of research and fearless exploration of the laws of nature and the potentials of mankind. The Chinese of even six thousand years ago were still keen students and aggressive in their pursuit of truth.
79:6.12 (885.9) 4. Geografis. Cina dilindungi oleh pegunungan di barat dan Pasifik di sebelah timur. Hanya di utara saja jalan terbuka untuk menyerang, dan dari masa-masa orang merah sampai kedatangan keturunan orang-orang Andit yang berikutnya, bagian utara tidak diduduki oleh ras agresif manapun.   79:6.12 (885.9) 4. Geographic. China is protected by the mountains to the west and the Pacific to the east. Only in the north is the way open to attack, and from the days of the red man to the coming of the later descendants of the Andites, the north was not occupied by any aggressive race.
79:6.13 (886.1) Dan kalau bukan karena hambatan pegunungan dan penurunan kemudian dalam pembinaan rohani, ras kuning pastilah akan menarik bagian yang lebih besar dari migrasi Andit dari Turkestan dan tidak diragukan lagi akan cepat mendominasi peradaban dunia.   79:6.13 (886.1) And but for the mountain barriers and the later decline in spiritual culture, the yellow race undoubtedly would have attracted to itself the larger part of the Andite migrations from Turkestan and unquestionably would have quickly dominated world civilization.
7. Orang Andit Masuk ke Cina ^top   7. The Andites Enter China ^top
79:7.1 (886.2) Sekitar lima belas ribu tahun yang lalu ras orang-orang Andit, dalam jumlah yang cukup besar, melintasi lintas Ti Tao dan menyebar di lembah atas Sungai Kuning di antara pemukiman-permukiman Cina di Gansu. Segera mereka menembus ke timur ke Henan, dimana pemukiman-pemukiman paling progresif terletak. Penyusupan dari barat ini adalah sekitar setengahnya Andonit dan setengah lagi Andit.   79:7.1 (886.2) About fifteen thousand years ago the Andites, in considerable numbers, were traversing the pass of Ti Tao and spreading out over the upper valley of the Yellow River among the Chinese settlements of Kansu. Presently they penetrated eastward to Honan, where the most progressive settlements were situated. This infiltration from the west was about half Andonite and half Andite.
79:7.2 (886.3) Pusat-pusat budaya utara di sepanjang Sungai Kuning selalu lebih progresif dari permukiman selatan di Sungai Yangtze. Dalam beberapa ribu tahun setelah kedatangan sejumlah kecil manusia unggul itu saja, permukiman di sepanjang Sungai Kuning telah maju mendahului desa-desa Yangtze dan telah mencapai posisi lebih maju dibandingkan saudara-saudara mereka di selatan, keunggulan yang sejak itu terus dipertahankan.   79:7.2 (886.3) The northern centers of culture along the Yellow River had always been more progressive than the southern settlements on the Yangtze. Within a few thousand years after the arrival of even the small numbers of these superior mortals, the settlements along the Yellow River had forged ahead of the Yangtze villages and had achieved an advanced position over their brethren in the south which has ever since been maintained.
79:7.3 (886.4) Bukan karena ada begitu banyak orang Andit, atau bahwa karena budaya mereka begitu unggul, tetapi pencampuran dengan mereka menghasilkan stok yang lebih serba bisa. Orang Cina utara menerima hanya secukupnya dari galur Andit untuk sedikit merangsang pikiran bawaan mereka yang mampu itu tetapi tidak cukup untuk membakar mereka dengan rasa ingin tahu yang tanpa henti, keinginan melakukan eksplorasi yang mencirikan ras kulit putih utara. Suntikan pewarisan Andit yang lebih terbatas ini kurang mengganggu terhadap stabilitas bawaan dari jenis Sangik.   79:7.3 (886.4) It was not that there were so many of the Andites, nor that their culture was so superior, but amalgamation with them produced a more versatile stock. The northern Chinese received just enough of the Andite strain to mildly stimulate their innately able minds but not enough to fire them with the restless, exploratory curiosity so characteristic of the northern white races. This more limited infusion of Andite inheritance was less disturbing to the innate stability of the Sangik type.
79:7.4 (886.5) Gelombang-gelombang kemudian ras Andit membawa bersama mereka beberapa kemajuan budaya Mesopotamia tertentu; hal ini khususnya benar untuk gelombang migrasi yang terakhir dari barat. Mereka sangat memperbaiki praktek-praktek ekonomi dan pendidikan orang Cina utara; dan meskipun pengaruh mereka atas budaya keagamaan ras kuning tidaklah berdampak lama, keturunan mereka kemudian menyumbang banyak untuk kebangkitan rohani berikutnya. Namun demikian tradisi Andit tentang keindahan Eden dan Dalamatia memang mempengaruhi tradisi Cina, legenda-legenda Cina awal menempatkan “tanah para dewa” di barat.   79:7.4 (886.5) The later waves of Andites brought with them certain of the cultural advances of Mesopotamia; this is especially true of the last waves of migration from the west. They greatly improved the economic and educational practices of the northern Chinese; and while their influence upon the religious culture of the yellow race was short-lived, their later descendants contributed much to a subsequent spiritual awakening. But the Andite traditions of the beauty of Eden and Dalamatia did influence Chinese traditions; early Chinese legends place “the land of the gods” in the west.
79:7.5 (886.6) Orang-orang Cina belum mulai membangun kota-kota dan terlibat dalam manufaktur sampai setelah 10.000 S.M., setelah perubahan iklim di Turkestan dan kedatangan para imigran Andit yang kemudian. Suntikan darah baru ini tidak menambahkan banyak pada peradaban manusia kuning karena hal itu menstimulasi pengembangan lebih lanjut dan cepat terhadap kecenderungan terpendam stok unggul Cina. Dari Henan ke Shensi potensi-potensi suatu peradaban maju mulai membuahkan hasil. Pekerjaan logam dan semua seni manufaktur berasal dari hari-hari ini.   79:7.5 (886.6) The Chinese people did not begin to build cities and engage in manufacture until after 10,000 b.c., subsequent to the climatic changes in Turkestan and the arrival of the later Andite immigrants. The infusion of this new blood did not add so much to the civilization of the yellow man as it stimulated the further and rapid development of the latent tendencies of the superior Chinese stocks. From Honan to Shensi the potentials of an advanced civilization were coming to fruit. Metalworking and all the arts of manufacture date from these days.
79:7.6 (886.7) Kesamaan antara metode awal Cina dan Mesopotamia tertentu mengenai perhitungan waktu, astronomi, dan administrasi pemerintahan adalah karena hubungan komersial antara kedua pusat yang terletak sangat berjauhan itu. Bahkan pada hari-hari orang Sumeria para saudagar Cina bepergian rute darat melalui Turkestan ke Mesopotamia. Pertukaran ini tidak hanya hanya satu pihak—lembah Efrat mendapat manfaat besar dari hal itu, seperti juga orang-orang di dataran Sungai Gangga. Namun perubahan iklim dan serbuan-serbuan nomaden pada milenium ketiga sebelum Masehi sangat mengurangi volume perdagangan yang melewati jalur-jalur kafilah Asia Tengah.   79:7.6 (886.7) The similarities between certain of the early Chinese and Mesopotamian methods of time reckoning, astronomy, and governmental administration were due to the commercial relationships between these two remotely situated centers. Chinese merchants traveled the overland routes through Turkestan to Mesopotamia even in the days of the Sumerians. Nor was this exchange one-sided—the valley of the Euphrates benefited considerably thereby, as did the peoples of the Gangetic plain. But the climatic changes and the nomadic invasions of the third millennium before Christ greatly reduced the volume of trade passing over the caravan trails of central Asia.
8. Peradaban Cina Kemudian ^top   8. Later Chinese Civilization ^top
79:8.1 (887.1) Sementara orang merah menderita akibat terlalu banyak peperangan, sama sekali tidak keliru untuk mengatakan bahwa perkembangan kenegaraan di antara orang Cina itu tertunda oleh menyeluruhnya penaklukan mereka atas Asia. Mereka memiliki potensi besar untuk solidaritas kebangsaan, tetapi gagal untuk berkembang semestinya karena kurangnya stimulus pendorong dari bahaya terus menerus serangan dari luar.   79:8.1 (887.1) While the red man suffered from too much warfare, it is not altogether amiss to say that the development of statehood among the Chinese was delayed by the thoroughness of their conquest of Asia. They had a great potential of racial solidarity, but it failed properly to develop because the continuous driving stimulus of the ever-present danger of external aggression was lacking.
79:8.2 (887.2) Dengan tuntasnya penaklukan Asia Timur maka negara militer kuno secara bertahap runtuh—perang-perang masa lalu dilupakan. Dari perjuangan epik melawan ras merah hanya bertahan tradisi samar-samar tentang sebuah kontes kuno dengan bangsa pemanah. Orang Cina sedari awal berpaling pada usaha pertanian, yang menyumbang lebih lanjut pada kecenderungan suka damai mereka, sementara populasi penduduk yang masih di bawah rasio manusia-tanah untuk pertanian lebih lanjut menyumbang terhadap pertumbuhan kedamaian negeri itu.   79:8.2 (887.2) With the completion of the conquest of eastern Asia the ancient military state gradually disintegrated—past wars were forgotten. Of the epic struggle with the red race there persisted only the hazy tradition of an ancient contest with the archer peoples. The Chinese early turned to agricultural pursuits, which contributed further to their pacific tendencies, while a population well below the land-man ratio for agriculture still further contributed to the growing peacefulness of the country.
79:8.3 (887.3) Kesadaran akan prestasi masa lalu (yang agak berkurang di masa sekarang), konservatisme dari suatu bangsa yang sebagian besar pertanian, dan kehidupan keluarga yang berkembang dengan baik menghasilkan lahirnya pemujaan leluhur, yang berpuncak pada kebiasaan menghormati orang-orang masa lalu yang hampir menjadi penyembahan. Sebuah sikap yang sangat serupa juga berlaku di kalangan ras kulit putih di Eropa selama sekitar lima ratus tahun setelah kehancuran peradaban Yunani-Romawi.   79:8.3 (887.3) Consciousness of past achievements (somewhat diminished in the present), the conservatism of an overwhelmingly agricultural people, and a well-developed family life equaled the birth of ancestor veneration, culminating in the custom of so honoring the men of the past as to border on worship. A very similar attitude prevailed among the white races in Europe for some five hundred years following the disruption of Greco-Roman civilization.
79:8.4 (887.4) Kepercayaan dan penyembahan pada “Satu Kebenaran” seperti yang diajarkan oleh Singlangton tidak pernah sepenuhnya padam; tapi seiring waktu berlalu, pencarian kebenaran yang baru dan lebih tinggi menjadi dibayangi oleh peningkatan kecenderungan untuk memuja apa yang telah mapan. Perlahan-lahan jenius dari ras kuning teralihkan dari pencarian apa yang belum diketahui menjadi pelestarian apa yang diketahui. Hal inilah alasan untuk kemandegan apa yang tadinya adalah peradaban yang paling cepat berkembang di dunia itu.   79:8.4 (887.4) The belief in, and worship of, the “One Truth” as taught by Singlangton never entirely died out; but as time passed, the search for new and higher truth became overshadowed by a growing tendency to venerate that which was already established. Slowly the genius of the yellow race became diverted from the pursuit of the unknown to the preservation of the known. And this is the reason for the stagnation of what had been the world’s most rapidly progressing civilization.
79:8.5 (887.5) Antara 4000 dan 500 S.M. penyatuan kembali politik ras kuning itu dituntaskan, tetapi persatuan budaya dari pusat-pusat Sungai Yangtze dan Sungai Kuning sudah dilakukan. Penyatuan ulang politis untuk kelompok-kelompok suku yang belakangan ini bukannya tanpa konflik, tetapi opini masyarakat tentang perang tetaplah rendah; pemujaan leluhur, meningkatnya logat-logat bahasa, dan tidak adanya panggilan untuk aksi militer selama ribuan tahun telah membuat bangsa ini menjadi ultradamai.   79:8.5 (887.5) Between 4000 and 500 b.c. the political reunification of the yellow race was consummated, but the cultural union of the Yangtze and Yellow river centers had already been effected. This political reunification of the later tribal groups was not without conflict, but the societal opinion of war remained low; ancestor worship, increasing dialects, and no call for military action for thousands upon thousands of years had rendered this people ultrapeaceful.
79:8.6 (887.6) Meskipun gagal untuk memenuhi harapan akan pengembangan kenegaraan yang maju sejak dini, ras kuning memang secara progresif bergerak maju dalam perwujudan seni-seni peradaban, terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan. Masalah hidrolik yang dihadapi oleh petani di Shensi dan Henan menuntut kerjasama kelompok untuk solusinya. Irigasi dan kesulitan konservasi tanah demikian itu berkontribusi tidak sedikit untuk pengembangan saling ketergantungan dengan akibatnya peningkatan perdamaian di antara kelompok-kelompok tani.   79:8.6 (887.6) Despite failure to fulfill the promise of an early development of advanced statehood, the yellow race did progressively move forward in the realization of the arts of civilization, especially in the realms of agriculture and horticulture. The hydraulic problems faced by the agriculturists in Shensi and Honan demanded group co-operation for solution. Such irrigation and soil-conservation difficulties contributed in no small measure to the development of interdependence with the consequent promotion of peace among farming groups.
79:8.7 (887.7) Segera perkembangan dalam tulisan, bersama dengan pendirian sekolah-sekolah, berkontribusi terhadap penyebaran pengetahuan pada skala yang tiada tara sebelumnya. Namun demikian sifat dari sistem penulisan ideografik yang susah dipakai itu membatasi jumlah siswa pada kelas-kelas belajar meskipun sejak awal muncul pencetakan. Dan di atas segalanya, proses standarisasi sosial dan dogmatisasi religio-filosofis terus berlanjut cepat. Perkembangan keagamaan mengenai pemujaan leluhur menjadi lebih rumit lagi oleh banjir takhayul yang meliputi penyembahan alam, namun sisa-sisa lama dari konsep sebenarnya tentang Tuhan tetap dilestarikan dalam ibadah kekaisaran akan Shang-ti.   79:8.7 (887.7) Soon developments in writing, together with the establishment of schools, contributed to the dissemination of knowledge on a previously unequaled scale. But the cumbersome nature of the ideographic writing system placed a numerical limit upon the learned classes despite the early appearance of printing. And above all else, the process of social standardization and religio-philosophic dogmatization continued apace. The religious development of ancestor veneration became further complicated by a flood of superstitions involving nature worship, but lingering vestiges of a real concept of God remained preserved in the imperial worship of Shang-ti.
79:8.8 (888.1) Kelemahan besar pemujaan leluhur adalah bahwa hal itu mendukung filosofi yang melihat ke belakang. Sebijaksana bagaimanapun untuk mengumpulkan kebijaksanaan dari masa lalu, namun adalah kebodohan menganggap masa lalu sebagai sumber satu-satunya kebenaran. Kebenaran itu relatif dan berkembang; kebenaran itu hidup selalu di masa sekarang, mencapai pernyataan baru dalam setiap generasi manusia—bahkan dalam setiap kehidupan manusia.   79:8.8 (888.1) The great weakness of ancestor veneration is that it promotes a backward-looking philosophy. However wise it may be to glean wisdom from the past, it is folly to regard the past as the exclusive source of truth. Truth is relative and expanding; it lives always in the present, achieving new expression in each generation of men—even in each human life.
79:8.9 (888.2) Kekuatan besar dalam penghormatan leluhur adalah nilai yang ditempatkan oleh sikap tersebut terhadap keluarga. Stabilitas menakjubkan dan ketahanan budaya Cina merupakan akibat dari posisi amat penting yang diberikan pada keluarga, karena peradaban itu secara langsung tergantung pada berfungsi efektifnya keluarga; dan di Cina keluarga mencapai suatu kepentingan sosial, bahkan suatu makna keagamaan, yang didekati oleh sedikit bangsa yang lain.   79:8.9 (888.2) The great strength in a veneration of ancestry is the value that such an attitude places upon the family. The amazing stability and persistence of Chinese culture is a consequence of the paramount position accorded the family, for civilization is directly dependent on the effective functioning of the family; and in China the family attained a social importance, even a religious significance, approached by few other peoples.
79:8.10 (888.3) Pengabdian anak dan kesetiaan keluarga yang dituntut oleh kultus penyembahan nenek moyang yang berkembang itu menjamin pembangunan hubungan-hubungan keluarga yang unggul dan kelompok-kelompok keluarga yang bertahan lama, yang semuanya membantu faktor-faktor berikut dalam pelestarian peradaban:   79:8.10 (888.3) The filial devotion and family loyalty exacted by the growing cult of ancestor worship insured the building up of superior family relationships and of enduring family groups, all of which facilitated the following factors in the preservation of civilization:
79:8.11 (888.4) 1. Perlindungan properti dan kekayaan.   79:8.11 (888.4) 1. Conservation of property and wealth.
79:8.12 (888.5) 2. Pengumpulan pengalaman lebih dari satu generasi.   79:8.12 (888.5) 2. Pooling of the experience of more than one generation.
79:8.13 (888.6) 3. Pendidikan efisien anak-anak dalam seni dan ilmu-ilmu dari masa lalu.   79:8.13 (888.6) 3. Efficient education of children in the arts and sciences of the past.
79:8.14 (888.7) 4. Pengembangan suatu rasa tanggung jawab yang kuat, peningkatan moralitas, dan penambahan kepekaan etis.   79:8.14 (888.7) 4. Development of a strong sense of duty, the enhancement of morality, and the augmentation of ethical sensitivity.
79:8.15 (888.8) Periode pembentukan peradaban Cina itu, yang dibuka dengan kedatangan orang-orang Andit, terus berlanjut sampai ke kebangkitan besar etika, moral, dan semi keagamaan pada abad keenam sebelum Masehi. Dan tradisi Cina mempertahankan catatan samar-samar tentang evolusi masa lalu; transisi dari keluarga ibu ke keluarga ayah, pembentukan pertanian, pengembangan arsitektur, permulaan industri— semua ini berturut-turut diriwayatkan. Cerita ini menyajikan, dengan akurasi yang lebih besar daripada semua kisah sejenis lainnya, tentang gambaran kenaikan megah suatu bangsa unggul dari tingkat barbarisme. Selama masa ini mereka naik dari masyarakat pertanian primitif ke organisasi sosial yang lebih tinggi mencakup perkotaan, manufaktur, pekerjaan logam, pertukaran komersial, pemerintahan, tulisan, matematika, seni, ilmu pengetahuan, dan pencetakan.   79:8.15 (888.8) The formative period of Chinese civilization, opening with the coming of the Andites, continues on down to the great ethical, moral, and semireligious awakening of the sixth century before Christ. And Chinese tradition preserves the hazy record of the evolutionary past; the transition from mother- to father-family, the establishment of agriculture, the development of architecture, the initiation of industry—all these are successively narrated. And this story presents, with greater accuracy than any other similar account, the picture of the magnificent ascent of a superior people from the levels of barbarism. During this time they passed from a primitive agricultural society to a higher social organization embracing cities, manufacture, metalworking, commercial exchange, government, writing, mathematics, art, science, and printing.
79:8.16 (888.9) Demikianlah peradaban kuno dari ras kuning telah bertahan selama berabad-abad. Hampir empat puluh ribu tahun sejak kemajuan penting pertama dibuat dalam budaya Cina, dan meskipun terjadi banyak kemunduran, peradaban keturunan Han itu adalah yang terdekat dari semuanya yang menyajikan gambaran tak terputus tentang perkembangan terus menerus sampai ke abad kedua puluh. Perkembangan mekanis dan keagamaan dari ras kulit putih telah berada pada tatanan yang tinggi, tetapi mereka tidak pernah mengungguli orang Cina dalam loyalitas keluarga, etika kelompok, atau moralitas pribadi.   79:8.16 (888.9) And so the ancient civilization of the yellow race has persisted down through the centuries. It is almost forty thousand years since the first important advances were made in Chinese culture, and though there have been many retrogressions, the civilization of the sons of Han comes the nearest of all to presenting an unbroken picture of continual progression right on down to the times of the twentieth century. The mechanical and religious developments of the white races have been of a high order, but they have never excelled the Chinese in family loyalty, group ethics, or personal morality.
79:8.17 (888.10) Budaya kuno ini telah menyumbang banyak pada kebahagiaan manusia; jutaan umat manusia telah hidup dan mati, diberkahi oleh prestasi-prestasinya. Selama berabad-abad peradaban besar ini telah beristirahat di atas kejayaan dari masa lalu, tetapi sekarang peradaban ini sedang bangkit kembali untuk melihat baru lagi tujuan transenden keberadaan manusia, sekali lagi untuk ikut dalam perjuangan yang tanpa henti untuk kemajuan tanpa akhir.   79:8.17 (888.10) This ancient culture has contributed much to human happiness; millions of human beings have lived and died, blessed by its achievements. For centuries this great civilization has rested upon the laurels of the past, but it is even now reawakening to envision anew the transcendent goals of mortal existence, once again to take up the unremitting struggle for never-ending progress.
79:8.18 (888.11) [Disampaikan oleh sesosok Penghulu Malaikat Nebadon.]   79:8.18 (888.11) [Presented by an Archangel of Nebadon.]